Jenderal Tak Mungkin Menyerang Dia yang Sekarat

Karenanya sang Jenderal tak goyah. Berkali-kali timnya menyarankan untuk serangan balik. Tapi sang Jenderal teguh dengan pendiriannya.

Sang Jenderal hendak menegaskan, dirinya bukanlah tipikal yang suka mengorbankan sesama anak bangsa demi syahwat politik. Ia bukan tak mau menang debat, tetapi kamusnya tentang makna menang debat memiliki definisi yang berbeda.

Itulah alasan hingga sang Jenderal kalem saja. Ia tak peduli mantan anak buahnya itu meludahi wajahnya, karena hati sang Jenderal terlindungi lantaran budi luhurnya selama ini.

Sang Jenderal juga paham. Dalam penyergapan, saat musuh tak berdaya sudah tak seru lagi jika dilanjutkan. Maka musuh itu dibiarkan.

Alhasil, alih-alih menyelamatkan diri, musuh itu kian kalap, memuntahkan data-data terkesan wah, ternyata dusta semua.

Beberapa detik setelah itu hingga hari ini, dusta-dusta laki-laki berkemeja putih digulung setengah lengan itu dibongkar, bukan oleh sang Jenderal tetapi oleh media dan rakyat jelata.

Sang Jenderal paham, musuhnya sudah sekarat. Biarkan rakyat yang ‘menghabisinya’.

*) Penulis: Pirman,  Pecinta Keluarga Sejati

Buku pilihan pekan ini,  silahkan pesan stok terbatas, klik ini :

https://m.eramuslim.com/resensi-buku/resensi-buku-preorder-edisi-revisi-penyempurnaan-digest-12-imperialisme-kuning.htm