Kekalahan Jokowi di Survei Kompas

Lalu, ia berencana memobilisasi pengusaha untuk memberikan dukungan kepada Jokma.  Para pengusaha itu diharapkan bisa menggiring karyawannya untuk memilih Jokma pada pemilu kelak.

Pada Rabu dini hari, sebelum Kompas yang memuat edisi survei itu beredar, di grup WhattApp, seseorang mengirim pesan bocoran hasil survei yang disiarkan koran itu dengan tambahan pesan:  “Jangan kaget baca hasil survei Kompas pagi ini. Memang sudah dikondisikan/dikompromikan dengan pihak TKN. Mereka sudah diberitahu hasil realnya. Survei itu hanya untuk menghibur Jokowi dan supaya tidak bikin guncang pasar saham/valas. Siapa pun petahana yang tidak meraih elektabilitas di atas 60% di hari-hari terakhir menjelang pencolosan, akan kalah.”

Survei Kompas mengungkap Jokowi didukung kurang dari 50%. Maknanya, lebih dari 50% rakyat Indonesia tidak sudi dipimpin Jokowi lagi. Hasil survei ini juga menunjukkan bahwa kampanye Jokowi selama 5 tahun sia-sia. Upaya-upaya mencurangi APBN hinga APBD tidak ada hasilnya buat mendongkrak elektabilitas. Jokowi naga-naganya akan senasib dengan Nadjib Razak, eks PM Malaysia.

Survei pada hari terakhir menjelang pencoblosan Najib memperoleh 48%, Mahathir Mohamad 33%. Pemenangnya Mahathir, Nadjib tersingkir.

Lalu, bagaimana hasil survei lembaga lain yang berbeda dengan Kompas? Kini, publik sudah menyadari, bahwa lembaga-lembaga survei tersebut bekerja sebagai tim sukses. Mereka bukan sebagai lembaga survei yang jujur dan independen.

Kabarnya, ada 22 lembaga survei yg dibayar petahana. Mereka bekerja dengan tujuan menggiring opini publik. Hasil survei mereka digarapkan dapat memberi keyakinan bagi pendukungnya bahwa Jokowi menang, di sisi lain membuat drop kubu lawan.