Warga Minta Ganti Untung di Proyek LRT, Pemerintah Keberatan

Eramuslim – Persoalan pembebasan lahan Depo Light Rail Transit (LRT) di Kabupaten Bekasi tampaknya masih cukup alot. Saat ini, pemerintah sedang menghitung terkait kompensasi alih fungsi lahan seluas 10,5 hektare (ha) tersebut.

Sebelumnya, sebagian warga meminta kompensasi mencapai Rp 30 juta per meter persegi (m2). Beberapa alasan yang mendasari harga tersebut yakni adanya bisnis warga yang terkena imbas dan durasi yang telah mencapai sekitar 30 tahun lalu telah tinggal di tanah yang saat ini statusnya milik negara tersebut.

Menanggapi tawaran warga tersebut, Direktur Jenderal (Dirjen) Pengadaan Tanah Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertahanan Nasional (ATR/BPN) Arie Yuriwin mengaku keberatan. Sebab, menurutnya, dalam penentuan nilai kompensasi harus disepakati oleh Kantor Jasa Pelayanan Publik (KJPP).

“Enggak bisa minta nilainya sendiri karena nilai itu ditentukan oleh penilai KJPP,” ujarnya saat ditemui di Gedung Kementerian Koordinator Bidang Martim, Jakarta Pusat, Rabu (20/2) seperti dilansir Kumparan.

Arie pun berharap, pembebasan lahan ini dapat rampung pada Maret-April 2019. Sebab, pihaknya masih harus melakukan negosiasi kepada warga yang masih bersikukuh menyikapi persoalan ini.

“Ya komplain tadi kami kita konsinyasi,” tuturnya.

Sementara itu, ditemui dalam kesempatan yang sama, Direktur Operasi PT Adhi Karya Tbk (ADHI) Pundjung Setya Brata menegaskan, dalam hal ini Kementerian ATR/BPN yang akan mengatur seluruh urusan lahan. Pihaknya hanya sebagai kontraktor pembangunan depo.

“Kita sebagai pendengar aja melaporkan progres dan sebagainya,” ucapnya. (kmpr)