Ketua PAN: Penerapan Perda Khas Syari&#039at Islam Perlu di Semua Daerah

Ketua DPP Partai Amanat Nasional (PAN) Patrialis Akbar menilai dengan terbitnya Perda-perda yang dilandasi oleh nilai-nilai agama itu menandakan di daerah itu sudah muncul kesadaran bahwa hidup ini harus bermoral.

“Sehingga kita justru memberikan penghormatan dan penghargaan terhadap daerah yang berani membuat Perda seperti itu, baik kepada DPRD maupun pemerintah daerahya,” ujar Patrailis Akabar kepada pers di Gedung DPR/ MPR, Jakarta, Kamis (15/6/2006).

Ditegaskannya, tidak ada satupun peraturan perundang-undangan yang dilanggar dengan Perda bernuansa Islam itu. Kalau bisa, seluruh daerah membuat Perda seperti itu yang melarang orang berbuat maksiat di daerahnya masing-masing.

Dijelaskannya, pasal 28 huruf j UUD 1945 telah memberikan landasan yang fundamental tentang hak dan kebebasan seseorang untuk wajib tunduk pada pelaksanaan agama yang diyakininya. “Suatu penghormatan atas hak dan kebenasan orang lain sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum,” tegas dia.

Apalagi, sambungnya, dalam pasal 18 ayat 6 UUD 1945, telah memberikan suatu tempat yang terhormat kepada daerah untuk membuat Perda. Bahkan UU Nomor 10 Tahun 2004 memberikan suatu pengakuan terhadap Perda sebagai salah satu sumber hukum yang sah asal Perda itu diterbitkan secara secara demokratis.

“Kalau dilihat dari berbagai aspek, agama, kebangsaan, yuridis formal dan sosial, Perda yang mengangkat nilai-nilai moral agama bukan suatu pelanggaran, justru mencerminkan kebhineka tunggal ikaan. Perda itu harus dipertahankan. Dalam penyelenggaraan Nyepi Bali misalnya, semua orang mematuhi, bahkan internasional mematuhinya,” papar anggota Komisi III asal Sumatra Barat (Sumbar) itu.

Menurutnya, kalau ada yang merasa keberatan dengan Perda itu, perlu dipertanyakan apakah mereka itu sudah tidak percaya lagi dengan agama yang mereka anut. Apa mereka tidak memiliki lagi nilai-nilai moral. “Coba tanyakan, agama mana yang membolehkan untuk berbuat maksiat. Justru semua agama tidak ada yang mentolerir untuk berbuat maksiat yang bertentangan dengan ajaran agama,” kritiknya. (dina)