Masjid Dibakar Teroris, Densus 88 Dimana Ya?

densusEramuslim.com – Ketidakadilan Polri dalam menangani kasus semakin terlihat terutama dalam kasus Tolikara. Jika ada oknum orang Islam melakukan kesalahan sedikit saja langsung dikatakan radikal bahkan teroris. Tetapi saat ratusan orang Kristen melakukan hal demikian kepolisian terkesan lamban dan tidak tegas.

Menyikapi hal itulah Endro Sudarsono selaku Sekretaris ISAC (The Islamic Study and Action Center) berkata, “Dalam hal ini GIDI harus diberi sanksi, jika tidak akan menjadi ancaman serius bagi kerukunan umat beragama karena sudah mengambil alih kewenangan Kemenag, Polri, Kejaksaan, dan Kehakiman.”

Surat dari GIDI (Gereja Injili Di Indonesia) menunjukan sikap resmi yang telah mengganggu hak asasi manusia yang paling hakiki yaitu hak melaksanakan ibadah dan keyakinan. Selain itu surat tersebut sudah melampaui kewenangan negara, negara yang harusnya menjamin kebebasan justru institusi swasta dengan arogan melarang dan membubarkan

Aksi pembubaran Sholat Idul Fitri dan pembakaran kios, rumah dan Masjid Baitul Mustaqin merupakan implementasi dari hakekat dan pelarangan dari isi surat GIDI, nampak pada hadirnya sekertaris GIDI Pendeta Marthin Jingga berada di lokasi kerusuhan.

Ia menambahkan, ini adalah sebuah skernario sebelumnya, awalnya dari surat GIDI menurut info resmi dari Kapolda Papua, bahwa pelaku pembubaran sholat Idul Fitri dan pembakaran mushola sejumlah 150 orang, artinya tidak terlalu sulit untuk mengidentifikasi pelaku.

“Harusnya Densus 88 dilibatkan dalam menangkap para pelaku. Karena ini sudah merupakan teror yang merugikan orang banyak”

Namun dalam hal ini Endro berpendapat bahwa Kapolri terkesan diskriminatif.

“Ada perbedaan penangan ketika pelaku muslim disebut teroris, di sidang dengan Undang-Undang Pemberantasan Terorisme, sedangkan kali ini Kapolri justru mengedepankan mediasi. Ini sangat tidak adil dan menyakiti hati umat Islam” tegasnya.

Jika demikan adanya, bisa dikatakan Densus 88 hanya diperalat untuk kepentingan memusuhi aktivis muslim, bahkan baru terduga saja sudah di tembak mati. Tapi bila terorisnya bukan orang Islam, maka itu tidak menjadi target Densus 88. Jika demikian, bagusnya diberi moto: Berani Bela Yang Bayar! (rz)