Meski Sering Kecolongan, LSF Dibutuhkan untuk Menjaga Moral Bangsa

Keberadaan lembaga sensor film (LSF) masih memberikan manfaat bagi perbaikan moral kehidupan bangsa, meskipun sebagian kinerja yang dilakukan LSF belum terlalu efektif.

"Kinerja LSF masih kurang efektif, selama ini masih banyak kecolongan, masih banyak film porno, film yang berbau kekerasan. Ada saja lembaga itu sudah begitu keadaannya, apalagi kalau tidak ada, "ujarnya Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin menanggapi wacana pembubaran LSF.

Menurutnya, masyarakat akan cepat mengambil tindakan cepat apabila melihat kinerja sebuah lembaga tidak efektif, tanpa memikirkan akibat yang akan ditimbulkan setelah itu.

Din mengatakan, apabila ingin perfilaman tetap bangkit menjalankan fungsi edukatif, tanpa merusak moral, sebaiknya penegakan hukum untuk memperketat sensor film atau tayangan televisi tidak hanya dilakukan oleh LSF tetapi juga oleh pemerintah.

"Kita ini sedang sedang gamang dengan situasi perubahan, kemudian kita kehilangan arah dalam mengambil keputusan, "imbuhnya.

Ia menegaskan, desakan sekelompok insan perfilman untuk menuntut pembubaran LSF karena dianggap melanggar kebebasan berekspresi tidak boleh dibiarkan, sebab apabila keinginan itu dikabulkan akan menimbulkan konflik sosial di tengah masyarakat.

Din mengingatkan para insan perfilman agar dapat menyadarinya, jangan semata-mata demi industri yang mementingkan keuntungan sesaat, kemudian merusak moral bangsa.

Sebelumnya, dalam persidangan pengujian UU No. 8 Tahun 1992 tentang Perfilman (UU Perfilman) terhadap UUD 1945, pekan lalu, Anggota YLKI Zoemrotin KS yang bertindak sebagai Saksi Ahli, mengatakan klasifikasi yang dilakukan LSF saat ini kurang tepat dan harus diperjelas lagi. Ia mencontohkan, pada saat LSF menentukan batasan film untuk umur 17 tahun ke atas, maka hal tersebut sudah melanggar hak anak karena usia anak berdasarkan UU Perlindungan Anak adalah sampai 18 tahun.

“Jadi saat LSF menentukan suatu film itu hanya untuk 17 tahun ke atas, maka LSF sudah membiarkan film-film tersebut ditonton oleh anak-anak, ” ujarnya.

Zoemrotin mengemukakan, selama ini konsumen film mencari informasi tentang film dengan melihat siapa sutradara, produser, dan pemainnya, tanpa mempertanyakan apakah film yang akan ditonton sudah lulus sensor atau belum.

Oleh karena itu, menurutnya, saat ini yang diperlukan adalah klasifikasi penonton film sesuai dengan usia dan kepentingannya. “Hal ini perlu dilakukan agar semua lapisan konsumen film mendapatkan kepuasan, ” tambahnya. (novel)