Minta Haknya Ditambah, DPD Desak MPR Amandemen Terbatas UUD 45

Dewan Perwakilan Daerah (DPD) mengajukan usulan perubahan (amendemen) terbatas pasal 22d Undang-Undang Dasar 1945 kepada Pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Demikian Ketua DPD Ginandjar Kartasasmita dalam keterangan persnya di Gedung DPD, Jakarta, Jum’at (16/6/2006).

Usulan amendemen Pasal 22d UUD 1945 diteken Ketua DPD Ginandjar Kartasasmita dalam surat bernomor DPD/HM.310/295/2006 tertanggal 8 Juni 2006 dengan lampiran satu berkas usulan perubahan.

Menurutnya, usulan amendemen dimaksudkan untuk memperkuat kewenangan legislasi DPD seperti sistem strong bicameralism yang berlaku di negara-negara lain yang dirumuskan dalam tata cara hak untuk menolak (veto) rancangan undang-undang yang berkaitan dengan daerah, mengembalikan ke DPR, atau menunda pemberlakukannya.

Isi surat pimpinan DPD menyebutkan, bahwa sejak tahun 1999 hingga 2002 MPR telah mengubah empat kali UUD 1945 sehingga melahirkan DPD dengan anggota yang dipilih rakyat langsung.

Keberadaan lembaga representasi daerah tersebut diharapkan dapat menjembatani kepentingan antara pusat dan daerah serta memperjuangkan kepentingan dan aspirasi masyarakat dan daerah melalui serangkaian kebijakan nasional. Selain itu, keberadaan DPD diharapkan memperkuat sistem parlemen yang dapat memperkuat demokrasi di negeri ini.

Namun dengan rumusan Pasal 22d UUD 1945, DPD berpendapat, kewenangan DPD sangat terbatas sehingga menyulitkan untuk memenuhi harapan reformasi sistem politik yang telah melahirkan perubahan UUD 1945. “Oleh sebab itu, sejak awal seluruh anggota DPD telah bersepakat membangun peran optimal DPD dalam sistem ketatanegaraan Indonesia melalui perubahan UUD 1945,” ujar dia.

Ia menambahkan, menurut DPD secara konstitussional ketentuan pasal 37 ayat (1) UUD 1945 memungkinkan amendemen sebab bunyi pasal itu menyatakan bahwa usulan perubahan pasal-pasal UUD 1945 dapat diagendakan dalam sidang MPR apabila diajukan minimal 1/3 jumlah anggota MPR. Dengan memperhatikan ketentuan tersebut, DPD menyampaikan usulan perubahan yang diteken seluruh anggota DPD yang berjumlah 128.

DPD menyadari usulan tersebut belum memenuhi ketentuan konstitusi. Namun, usulan tetap disampaikan agar pimpinan dan segenap anggota MPR dapat mengetahui pandangan dan harapan DPD mengenai tugas dan fungsi DPD pasca-amendemen.

Nanti, apabila usulan perubahan dimaksud telah memenuhi ketentuan, DPD akan mengajukan kembali usulan serupa untuk dapat diproses lebih lanjut di Sidang Paripurna MPR, yakni joint session DPD dan DPR.

“Kami mohon kesediaan pimpinan MPR kiranya dapat menyampaikan kepada seluruh anggota MPR usulan perubahan UUD 1945 yang diajukan oleh anggota DPD,” sambungnya.

Pada lampiran surat, DPD menyatakan, untuk mengefektifkan posisi DPD dalam memperjuangkan kepentingan daerah serta meningkatkan peran DPD dalam sistem ketatanegaraan khususnya mengembangkan sistem check and balance, DPD mengusulkan perubahan ketentuan Pasal 22d UUD 1945. Usulan perubahan tersebut didasarkan pada hasil kajian Komisi Konstitusi bentukan MPR periode 1999-2004.

Selain itu, DPD juga mengusulkan peningkatan peran DPD dalam bidang pengawasan atas pelaksanaan undang-undang tertentu yang menjadi bidang kewenangan DPD. Hasil pengawasan DPD kelak tidak hanya disampaikan kepada DPR tetapi juga pemerintah. (dina)