Pemerintah: RUU Kewarganegaraan untuk Hapus Diskriminasi

Menteri Hukum Dan HAM Hamid Awaluddin mengatakan salah satu motif dari dibuatnya Rancangan Undang-undang Kewarganegaraan adalah untuk menghapus diskriminasi beberapa etnis yang ada di Indonesia.

"Dulu, etnis tertentu (Cina, red.) merasa diperlakukan tidak fair," ujar Hamid kepada wartawan di Gedung DPR Jakarta, Jum’at (7/7).

Mengenai ketentuan pidana bagi aparat yang tidak menjalankan UU tersebut setelah disahkan, Hamid menyatakan, "Ketentuan pidana juga akan diterapkan bagi aparat yang tidak menjalankan perintah UU ini," katanya.

Sementara itu, Ketua Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang Undang (RUU) Kewarganegaraan Slamet Effendy Yusuf menyatakan, bagi anak yang memiliki orang tua yang berbeda kewarganegaraan akan diberlakukan status Kewarganegaraan Ganda Terbatas.

Menurutnya, status Kewarganegaraan Ganda Terbatas merupakan azas baru yang akan diterapakan dalam RUU Kewarganegaraan ini, yang berarti anak hasil perkawinan campur yang berusia di bawah 18 tahun atau belum menikah dapat memiliki kewarganegaraan ganda dari pihak ayah maupun ibu.

"Si anak itu bisa mendapatkan kewarganegaraan dari ayah maupun ibunya. Sebelum menikah atau berusia 18 tahun, anak harus memikirkan mau ikut siapa," ujar Slamet.

Ia menegaskan, langkah tersebut diperlukan untuk memperjelas siapa yang disebut dengan warga negara asli. Dalam RUU juga akan diatur mengenai tata cara menjadi warganegara dan hilangnya kewarganegaraan, dan proses memperoleh kembali kewarganegaraan. "Juga nanti akan diatur tentang ketentuan pidana bagi aparat yang melarut-larutkan soal ini," sambungnya.

Slamet menambahkan,jika RUU ini telah selesai disahkan, semua peraturan yang sebelumnya mengatur tentang kewarganegaraan secara otomatis tidak berlaku lagi. "Baik UU No.62 Tahun 1958 maupun Keputusan Presiden yang berkaitan dengan ini tidak berlaku lagi," tegasnya.

Sedang mengenai Peraturan Pemerintah (PP) yang menunjang pengaturan tentang kewarganegaraan, menurut Slamet, DPR hanya memberi waktu selambat-lambatnya enam bulan. "Dikasih waktu selambat-lambatnya enam bulan harus sudah diterbitkan," imbuhnya. (dina)