Pengamat; Kenaikan BBM Bisa Rontokan Elektabilitas Jokowi

Namun setelah menaikkan harga BBM, lanjut Firman, pemerintahan SBY kemudian menjalankan program Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat. Ia menilai program itu menjadi semacam recovery atau pemulihan pasca kenaikan harga BBM. Sebab, tak lama setelah itu tingkat elektabilitas SBY kembali naik.

“Ya tentu kalau lihat dari perspektif politik ada kekhawatiran bisa memengaruhi tingkat elektabilitas Jokowi sehingga keputusan itu ditunda sampai ada kebijakan lain yang akan dikeluarkan,” katanya.

Menurut Firman, kenaikan harga BBM memang menjadi pilihan yang cukup sulit bagi pemerintah. Pasalnya, ketika harga BBM naik akan menimbulkan multilayer effect atau dampak lain pada kondisi perekonomian di Indonesia.

“Misalnya harga barang-barang lain ikut naik, itu yang mungkin diperhitungkan juga,” imbuhnya.

Namun, lanjut dia, bisa jadi pemerintah saat ini tengah menyiapkan kebijakan lain agar tak memberatkan publik apabila harga BBM nantinya tetap naik.

Adapun, Firman memprediksi, tingkat elektabilitas Jokowi-Ma’ruf tak akan merosot terlalu jauh apabila kenaikan harga BBM itu jadi diterapkan.

Sejumlah hasil lembaga survei menunjukkan tingkat elektabilitas Jokowi-Ma’ruf belakangan mencapai kisaran 60 persen. Sementara rivalnya, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno sekitar 30 persen.

Sekali pun elektabilitas Jokowi turun, Firman meyakini selisihnya tak akan terlalu berpengaruh pada kenaikan Prabowo-Sandi.

“Kalau ada pengaruh turun memang iya, tapi tidak terlalu signifikan karena selisihnya masih agak jauh,” ucap Firman.

Ia menilai keputusan yang terkesan mendadak ini tak lepas dari aspek politis yang dipertimbangkan oleh Jokowi. Sementara Jonan selaku menteri ESDM lebih cenderung pada pertimbangan dari aspek teknokrat atau kebijakan yang dianggap perlu diambil oleh pemerintah.