Penundaan Kenaikan BBM Subsidi Kental Aroma Politis

Jonan mengumumkan bahwa harga Premium naik menjadi Rp7.000 per liter dari harga semula Rp6.450. Harga itu berlaku di di wilayah Jawa-Madura-Bali (Jamali). Sementara, untuk harga jual Premium di luar Jamali naik dari Rp6.400 menjadi Rp6.900 per liter.

Secara tiba-tiba rencana kenaikan Premium itu ditunda. Penundaan diklaim menunggu kesiapan Pertamina. Bisa dikatakan keputusan menaikkan harga Premium ini belum selesai dibahas tuntas di pemerintah.

Kepentingan Politis Jokowi

Di sisi lain, kata Ujang penundaan kenaikan harga Premium ini sangat kental muatan politis Jokowi untuk kepentingan Pilpres 2019. Menurutnya, akan ada dampak yang besar terhadap suara Jokowi dan pasangannya Ketua MUI Ma’ruf Amin, bila harga Premium benar-benar naik.

“Jadi secara ekonomis Pertamina jangan rugi, di satu sisi secara politis ini mesti diperhitungkan kembali, karena dampaknya akan merusak elektoral seorang incumbent, yaitu Jokowi,” kata Ujang.

Sementara pengamat politik dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun menyatakan terlalu terlihat jelas kepentingan politik dalam penundaan kenaikan harga Premium kemarin. Bahkan menduga ada kepentingan politik berbeda antara Jonan dengan Jokowi.

Ubed menyebut penundaan kenaikan harga Premium turut mempertunjukan elite kabinet pemerintah yang memiliki kepentingan berbeda dan memanfaatkan kebijakannya demi pencitraan.

“Terlalu vulgar kepentingan politiknya. Patut diduga ada kepentingan yang berbeda tajam secara politik antara Jonan dan Jokowi,” kata Ubed secara terpisah kepada CNN Indonesia.

Selain itu, kata Ubed, kenaikan harga Premium yang berubah dalam hitungan menit turut memperlihatkan lemahnya kapasitas kepemimpinan Jokowi, sebagai orang nomor satu di pemerintahan. Ubed bahkan menyamakan pemerintahan dengan pedagang kaki lima lantaran tak tegas mengambil keputusan.

“Ini mirip pedagang kaki lima yang mudah mengubah harga barang daganganya dalam hitungan menit,” ujarnya. (cnn)