Pers di Era Megawati Ditekan, di era SBY Hepi-Hepi, di Era Jokowi Kena Ombak

Dia melanjutkan, kemerdekaan pers di era SBY, pemerintah jarang sekali melakukan tekanan terhadap pers. Buktinya, aksi unjuk rasa yang pernah terjadi dengan membawa hewan berupa kerbau dan kambing dengan ditulisi Si BuYa, sebagai bentuk penghinaan terhadap presiden waktu itu, tidak ditanggapi dengan represif.

Ricky melanjutkan, pasca reformasi paling tidak ada tiga kekuatan besar yang dapat dikategorikan sebagai lembaga superbodi, yaitu Mahkamah Konstitusi (MK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pers.

“MK dan KPK itu pun masih ada yang mengawasi, ada DPR ada lembaga pengawas. Nah, pers, sama sekali tidak ada lembaga yang mengawasi. Bebas merdeka,” ujarnya.

Meski begitu, kehadiran Dewan Pers, menurut Ricky, dapat dijadikan sebagai wadah bersosialisasi sekaligus wadah evaluasi diri bagi pers itu sendiri.

“Sebab, banyak sekali keresahan lembaga-lembaga dan masyarakat yang menyebut adanya media abal-abal versus media mainstream. Nah, Dewan Pers, bolehlah kita anggap sebagai Bapak kita yang saling mengingatkan. Sebab bagi pers, Dewan Pers itu bukan pengawas, pers memang tak mau ada yang mengawas-awasi,” ujarnya.

Dia setuju Dewan Pers menjalankan fungsi menegakkan etika pers. Di samping itu pembenahan kualifikasi wartawan dan pers Indonesia. Sehingga, istilah pers abal-abal pun tak perlu ada jika pers itu sendiri memenuhi persyaratan semestinya.