Polisi: Buzzer Tak Masalah Asal Tak Melanggar Hukum

“Saya pikir memang perlu (buzzer ditertibkan),” ujar Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis, 3 Oktober 2019.

Moeldoko menyebut para buzzer Presiden Jokowi tak satu komando saat melakukan aktivitas di media sosial. Mereka merupakan para relawan dan pendukung fanatik Jokowi ketika Pilpres 2019.

“Para buzzer itu tidak ingin idolanya diserang, idolanya disakitin, akhirnya masing-masing bereaksi. Ini memang persoalan kita semua, juga kedua belah pihak,” katanya.

Mantan Panglima TNI itu menuturkan bahwa perlu kesadaran dari semua pihak untuk menurunkan tensi saat ini. Moeldoko juga meminta agar para pendukung tokoh politik menata ulang kembali cara berkomunikasi, khususnya di media sosial.

Menurut dia, para pendukung tokoh politik masih bisa mengkritik namun tanpa saling menyerang dan menjelekkan. Dia mengimbau, semua pihak yang ingin mengkritik pemerintah atau tokoh politik lainnya agar menggunakan diksi yang lebih tepat.

“Menurut saya sih buzzer-buzzer itu harus ditinggalkan lah, kan pemilu juga sudah selesai. Jadi (pakai) bahasa-bahasa persaudaraan, kritik sih kritik, tapi harus dengan bahasa-bahasa yang, kadang-kadang enggak enak juga didengar,” kata Moeldoko.

Dia mengaku, telah meminta pendukung fanatik dan relawan Jokowi untuk bersikap lebih dewasa dan tak emosional saat merespons suatu hal. Namun, kata Moeldoko, hal itu sulit dilakukan sebab mereka telah terpolarisasi sejak pilpres.

“Jadi perlu memang masing-masing menyadari lah bagaimana membangun lagi situasi yang enjoy. Jangan politik diwarnai dengan tegang, politik diwarnai dengan saling menyakiti. Menurut saya enggak pas lah,” ucapnya.

Moeldoko menegaskan bahwa pada dasarnya pemerintah tidak alergi terhadap kritikan. Namun, dia meminta agar kritik yang disampaikan tidak sampai menghina simbol negara.

“Tapi ya tadi, harus bisa membedakan antara kritik dengan penghinaan. Kalau sepanjang kritik oke-oke aja, biasa. Enggak alergi kita,” kata Moeldoko. [vn]