Prof. Ryas Rasyid: Jangan Harap Jokowi Tegas ke Ahok, Mereka Satu Paket…

ketua Tim Pelaksana Evaluasi Penyelengaraan Pendidikan IPDN (Institut Pemerintahan Dalam Negeri), Ryaas Rasjid (kiri) berbincang dengan wakil ketua Tim, Arief Rachman (kanan) sebelum mengikuti Rapat Kabinet Terbatas Evaluasi Penyelenggaraan Pendidikan di IPDN di Kantor Presiden Jakarta pagi ini, 14 Juni 2007. Dalam rapat yang dipimpin oleh presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan wapres Jusuf Kalla tersebut diputuskan bahwa, sistem pendidikan untuk kepemimpinan pemerintahan di Indonesia akan dirubah secara menyeluruh, untuk memenuhi kebutuhan dan beradasarkan tantangan yang dihadapi termasuk globalisasi. (R. Berto Wedhatama)

Eramuslim.com – Pemerintahan Joko Widodo tidak akan mengambil sikap tegas terhadap Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang diakui telah melanggar berbagai peraturan dalam kasus reklamasi pantai utara Jakarta.

Sebabnya sederhana, yakni karena Ahok hanya melanjutkan pekerjaan yang ditinggalkan Jokowi saat menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.

Dengan demikian Menko Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli pun tidak akan bertindak lebih jauh setelah menyatakan pembatalan pembangunan pulau G.

Begitu penilaian pakar pemerintahan Prof. Ryaas Rasyid yang disampaikan dalam perbincangan dengan redaksi.

Menurut Prof. Rasyid, kasus reklamasi tersebut merupakan bagian dari skenario manipulasi dan korupsi yang sistematik yang dibangun saat duet Jokowi-Ahok memimpin Jakarta. Selain kasus reklamasi, yang termasuk dalam skenario ini adalah kasus pembelian lahan RS Sumber Waras dan kasus pembelian lahan di Cengkareng Barat.

“Kalau dipahami seperti ini akan jelas mengapa istana dan pemerintah tidak menegur Ahok. Mengharap Presiden Jokowi menegur Ahok adalah sebuah ilusi. Meminta RR untuk beri sanksi ke Ahok adalah mustahil,” ujar mantan Dirjen Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah Kemendagri yang juga pernah menjadi Menteri Otonomi Daerah itu.

“Tim RR tidak akan menerbitkan rekomendasi apa pun terhadap Ahok sebagai pihak yang menandatangani izin reklamasi,” sambungnya.

Dia mengajukan pertanyaan kepada Rizal Ramli: mengapa kebijakan reklamasi dihentikan dengan setumpuk bukti kesalahan, namun otoritas pemberi ijin tidak dapat sanksi.

“Jadi sia-sialah diskusi tentang peran yang diharapkan dari istana atau jajaran pemerintah nasional untuk menyelesaikan secara tuntas kasus reklamasi. Apalagi kasus RS Sumber Waras,” demikian Prof. Ryaas Rasyid.[ts/rmol]