Soal Survey Unggulkan Jokowi, Rizal Ramli: Waktu Pilkada DKI Ahok Juga Diunggulkan dan Kalah

Maka dari itu, Rizal meminta publik tak usah mempercayai lembaga survei. Menurutnya, lembaga survei merupakan alat propaganda. Mestinya, sumber pendanaan survei bisa diketahui publik seperti di luar negeri.

“Nah hari ini lembaga poling bilang gapnya 20 persen. Bahkan tadi Mas Jokowi 56 persen. Halah pada saat jaya jayanya mas Jokowi, hebat hebatnya Pilpres dia cuman 52 sampai 53 persen. kok hari ini ada klaim lembaga survei si Denny JA 56 persen yang bener aja,” ujarnya, dilansir Merdea.

Dia menjelaskan, lembaga survei saat ini membuat jarak elektabilitas antara Jokowi dan Prabowo berbeda 20 persen untuk menjustifikasi kecurangan bila Jokowi kalah. Dirinya punya bukti bahwa Prabowo hanya terpaut di bawah 10 persen dari Jokowi.

“Jokowi stagnan, Prabowo gap-nya kurang dari 10 persen. Yang belum menentukan sikap masih sekitar 20 persen. Nah kalau ada kecurangan, maksimum efeknya 5 persen. Oleh karena itu kalau mau menang Prabowo sama Sandi harus menang double digit, di atas 10 persen baru kecurangan itu tidak ada. Kalau (Prabowo-Sandi) menang 2 sampai 3 persen itu (rawan dicurangi),” tuturnya.

Aktivis reformasi tersebut mengajak relawan Prabowo-Sandi bekerja militan melebihi uang. Rizal menyadari pasangan Prabowo-Sandi ‘paket hemat’. Meski begitu, dirinya mencontohkan Pemilu Malaysia di mana Anwar Ibrahim bisa menumbangkan Najib Razak. Padahal, Najib Razak menguasai media dan uangnya berlimpah. Untuk itu, dia berpesan supaya pendukung paslon nomor urut 02 militan.

“Militan itu artinya bekerja beyond money itu orang pergerakan harus begitu kerjanya. Jadi kalau mau double digit harus bekerja beyond money,” tandasnya. [HT]