Tak Konsisten, Dulu Bilang Pisahkan Agama dengan Politik, Kini Pilih Ma’ruf Amin

Eramuslim.com – Rais Aam PBNU KH Ma’ruf Amin, saat memberikan ceramah di acara pengukuhan pengurus baru MUI Kota Bogor (12/7/2017), menegaskan bahwa radikalisme agama dan radikalisme sekuler sama-sama ancaman serius bagi Pancasila.

Paham radikalisme sekuler itu, kata Kyai Ma’ruf, ingin menggeser atau menghilangkan peran agama di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. “Jadi politik jangan ada agamanya, ekonomi jangan ada agamanya, sosial budaya juga jangan ada agamanya, bahaya sekali itu,” tegas Kiai Ma’ruf.

Menurut Kyai Ma’ruf, kalau politik tidak memakai agama maka yang lahir adalah politik transaksional. “Atau istilahnya, politik wani piro,” ujarnya.

Di sisi lain, Presiden Joko Widodo saat meresmikan “Tugu Titik Nol Peradaban Islam Nusantara” di Kecamatan Barus, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara (24/03/2017), meminta semua pihak untuk dapat memisahkan persoalan politik dan persoalan agama.

Kini, Jokowi dan Kiai Ma’ruf berpasangan menjadi capres/cawapres 2019.

Politisi senior Habil Marati menilai, dengan dipasangkannya dengan Kiai Ma’ruf, Jokowi bisa dikatakan tidak konsisten dengan pernyataannya soal pemisahan agama dan politik.

“Jokowi pasti kalah, sebab Jokowi tidak konsisten di mata rakyat. Jokowi pernah pidato yang meminta semua pihak untuk memisahkan agama dari politik,” tegas Habil Marati (10/08).

Habil menyebut sejumlah alasan yang akan membuat Jokowi kalah di Pilpres 2019. Alasan usia Kiai Ma’ruf juga bisa menganjal kemenangan Jokowi. “Ada pandangan publik, Kiai Ma’ruf Amin sudah tua tetapi  masih ‘doyan’ kekuasaan. Dari hal ini saja sudah jelas, dari mana Jokowi-Kiai Ma’ruf bisa menang,” jelas Habil.

Kata Habil, semestinya Kiai Ma’ruf mengikuti jejak Ustadz Abdul Somad (UAS) yang masih muda dan diminta ulama untuk jadi Cawapres Prabowo Subianto, tapi UAS menolak dengan tegas.(kl/itoday)