Target Tax-Amnesty Gagal, Kapan Jokowi Dilengserkan?

jokowiEramuslim.com – Hingga akhir Agustus 2016 penerimaan dari program tax amnesty Ditjen Pajak Kementerian Keuangan baru mengumpulkan uang tebusan pajak sekitar Rp 2,14 triliun. Angka itu baru menyentuh 1,3 persen dari target pemerintah sebesar Rp 165 triliun yang diperkirakan bisa terkumpul sampai akhir tahun nanti.

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Poyuono menjelaskan, mengukur penerimaan pajak lewat tax amnesty tidak akan mencapai target sangat mudah. Di mana, penerimaan negara dalam APBN Perubahan 2016 pemerintah menargetkan sebesar Rp 1.539,17 triliun, sekitar Rp 165 triliun diantaranya ditargetkan berasal dari uang tebusan amnesti pajak. Sementara itu, realisasi penerimaan perpajakan sepanjang paruh pertama tahun ini baru terealisasi 34 persen atau Rp 522 triliun. Capaian tersebut turun dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp535 triliun.

“Jadi sangat tidak mungkin target tax amnesty akan tercapai pada tahun lalu yang akan dilakukan oleh Menteri Keuangan adalah mengoptimalkan penerimaan dari wajib pajajk yang punya usaha beromzet di bawah Rp 5 miliar,” ujar Arief kepada wartawan, Senin (12/9).

Artinya, pemerintah akan melakukan pemalakan pada jenis usaha kecil menengah seperti pemilik restoran padang, warteg, pedagang pasar traditional, petani sawit, pemilik cafe non franchise, usaha kerajinan rakyat dan lain-lain.

“Ini tentu akan meningkatkan harga jual dari produk yang dihasilkan oleh sektor usaha beromzet kurang dari Rp 5 miliar,” beber Arief.

Langkah kedua adalah memangkas Dana Alokasi Umum (DAU) ke daerah yang tidak prioritas. Bisa jadi penundaan DAU untuk tahun 2016 bukannya ditunda tapi akan dibatalkan oleh pemerintah pusat.

Jika program tax amnesty yang tinggal empat bulan lagi di term pertama hanya akan menghasilkan Rp 10 triliun sampai Rp 16,5 triliun saja maka sudah dipastikan defisit anggaran akan semakin melebar hingga melebihi pagu yang ditetapkan UU APBN. Artinya, pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) mengalami kegagalan dalam pengelolaan keuangan negara dan tentu ada konsekuensinya.

“Jika penerimaan yang terus defisit di akhir tahun 2016 dan tahun 2017 sudah pasti akan menciptakan proyek proyek pemerintah mangkrak dan pemerintah gagal bayar terhadap supplier dan kontraktor yang menjadi rekanaan. Ini juga akan berdampak pada kredit macet perbankan yang meningkat karena supplier dan kontraktor rekanan pemerintah dalam mendapatkan proyek pemerintah juga mengunakan kredit perbankan.

“Nah, yang paling ngeri lagi dengan makin membaiknya ekonomi Amerika Serikat maka otomatis The Fed akan menaikkan suku bunganya artinya akan terjadi capital flight yang cukup besar dari Indonesia. Di akhir bulan Agustus saja begitu Fed baru beresan menaikkan suku bunganya saja Rp 18 triliun uang dari Indonesia terbang ke luar.

“Kesimpulannya dari semua ini di tangan Pak Joko Widodo yang sebenarnya punya ambisi dan cita cita setinggi langit untuk membangun ekonomi dengan gaya manajemen marketing justru akan menciptakan krisis ekonomi nasional yang makin dalam dan di era Menkeu Sri Mulyani juga pemerintah Indonesia mengalami kebangkrutan,” demikian Arief. [ts/Rmol]