Vaksin Nusantara Disambut Nyinyir, dr Tifa: Walau Doktor,Tidak Semua Hal Anda Tahu!

eramuslim.com – Ahli epidemiologi dr Tifauzia Tyassuma atau dr Tifa membeberkan beberapa penemuan ilmuwan Indonesia terkait vaksin dan alat rapid test.

Alat rapid rest antibodi RI-GHA dibuat oleh UGM-UNAIR.

Alat rapid test antigen dibuat UNPAD.

GeNOSE alat screening Covid-19 dibuat UGM.

Vaksin Merah Putih dibuat oleh Eijkmann Institute dan Konsorsium.

Vaksin Nusantara dibuat Rama Pharma, AIVITA, RS Karyadi, dan UNDIP.

Inisiator sekaligus juru bicara Vaksin Nusantara adalah mantan Menteri Kesehatan (Menkes) dr Terawan.

Vaksin Nusantara Disambut Nyinyir, dr Tifa: Tidak Semua Hal Anda Tahu, Mentang-mentang Anda Doktor

“Semua adalah karya anak bangsa yang harus diapresiasi,” kata dr Tifa, dikutip Pojoksatu.id dari Facebooknya, Tifauzia Tyassuma, Minggu (21/1).

Menurut dr Tifa, semua tinggal membuktikan kesahihannya (validitas) melalui uji klinis yang baik. Dan semua nanti tinggal membuktikan keterandalannya (reliabilitas) di lapangan ketika bertemu dengan manusia yang menjadi targetnya.

Akademisi dan peneliti dari Lembaga Ahlina Institute ini menyesalkan sikap para ilmuwan dan doktor yang selalu nyinyir dengan karya anak bangsa.

Ia mengungkap kebiasaan orang Indonesia yang belum apa-apa sudah menentang, berpolemik, berpendapat, komentar nyinyir, dan asal bunyi.

Parahnya, yang menentang keras dan nyinyir justru dari kalangan ilmuwan dan para dokter.

“Persis seperti berbagai pendapat berbasis kompetensi epidemiologi prediktif yang secara rutin saya sampaikan di sosial media dan media mainstream,” katanya.

“Yang menentang, berkomentar negatif, nyinyir, sampai asal bunyi, juga dari sesama ilmuwan dan dokter juga,” tambahnya.

dr Tifa menyarankan agar para ilmuwan dan dokter menghargai pendapat dan karya anak bangsa. Kalau belum mampu menghargai, maka belajarlah menghargai.

“Walaupun Anda ilmuwan dan dokter, tidak semua hal Anda ketahui dan pahami dengan baik, meskipun di lapangan yang sama sekalipun,” katanya.

“Contoh seperti saya, sebagai peneliti epidemiologi, pendapat saya tidak selalu selaras bahkan beberapa kali berrtentangan dengan sesama epidemiologist lainnya. Saya tetap dengan pendapat saya. Dan terbukti pendapat saya 85% benar dan tepat,” imbuhnya.