Yang Harus Dihilangkan Bukan Nolnya, Tapi…

Eramuslim.com – Sejak tahun 2010, wacana redenominasi rupiah selalu menim­bukan pro-kontra. Sekarang pun sama. Bahkan tambah pelik, karena wacana redenominasi dimunculkan saat uang rupiah baru saja dicetak. Mubazir, ongkos uang cetaknya.

Seperti diketahui, pemerintah mulai kembali mewacanakan untuk memberlakukan kebijakan redenom­inasi. Bahkan kebijakan yang akan memangkas angka nol ini kembali didorong pemerintah agar tahun ini mulai dibahas dengan DPR.

Adalah Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo yang akan men­gajukan RUU Redemonasi ke DPR. Menurut Agus, RUU Redenominasi rupiah berisikan 18 pasal. Untuk proses implementasinya akan me­makan waktu hingga tujuh tahun.

“Dua tahun adalah persiapan, 2020-2024 adalah masa transmisi, dan kemudian ada tahap phase out,” ujarnya.

Untuk pembahasan nanti, pemer­intah akan membentuk tim yang terdiri dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Bank Indonesia, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, serta Sekretariat Negara.

Pada tahun lalu, 2016, Kemenkeu mengaku sudah mengusulkan RUU Redenominasi ke DPR. Namun, karena terdapat pembahasan RUU lainnya terkait sektor keuangan yang lebih prioritas, RUU Redenominasi tidak masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).

DPR, melalui sejumlah focus group discussion yang digelar BI, kata Agus, tampak mendukung re­denominasi sebagai prioritas yang dibutuhkan Indonesia saat ini.

Lalu bagaimana respons Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati? Pendapatnya sama, ia mendukung rede­nominasi rupiah masuk dalam Prolegnas tahun ini. “APBN sudah dianggap memiliki kredibilitas dan realistis seh­ingga kita bisa mendapatkan investment grade,” kata Menteri Sri.

Ada tiga nol yang akan dihilan­gkan dari masing-masih nilai uang rupiah. Contohnya dari nilai uang Rp 1.000 menjadi Rp 1, dan seterusnya. Lalu apa manfaatnya?

Kata Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution, tujuan rede­nominasi untuk menciptakan efisiensi dalam perekonomian. Salah satu pihak yang paling merasakan dampak dari efisiensi itu adalah perbankan, yang menangani transaksi menggunakan mata uang rupiah setiap hari.

“Coba lihat di bank itu angka ber­deret-deret, berarti berapa megabyte perlu ditambah untuk menampung angkanya di dalam IT-nya perbankan, begitu juga transaksi yang lain,” kata Darmin di kantornya, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Senin (24/7).

Netizen yang mejeng di kaskus pro-kontra menyikapi rencana pe­mangkasan jumlah nol di uang rupiah. Yang kontra menilai wacana itu adalah proyek mubazir. “Sayang tuh, duit baru aja nyetak,” sentil akun farthard.ngebas.

“Bener om. Jangan hanya demi kepentingan orang-orang akuntansi yang katanya ribet masukin angka 0.. Tapi kepentingan rakyat jadi taruhan. Lagian tar butuh triliunan duit untuk pencetakan uang baru. Terus sosialisasi dll… Duitnya dari mana?? Ngutang lagi,” kritik akun ademinkaskus.

“Pemindah Ibu Kota belum sele­sai sudah mau Redominasi napsu amat,” cibir akun isobann.

Sementara akun luckybsd kha­watir jika redenominasi terjadi akan berdampak pada terjadinya inflasi. “Bodoh. Nanti dalam be­berapa tahun kemudian angka 0 nya mulai bermunculan kembali. Efek inflasinya bakal lebih parah. Ini per­mainan psikologi. Jangan biarkan redominasi terjadi,” ajaknya.

Senada dengan kaskuser yang kontra dengan redenominasi ru­piah, bekas Menteri Koordinator Perekonomian, Rizal Ramli ber­pendapat redenominasi rupiah be­lum prioritas. Apalagi di tengah situasi ekonomi seperti saat ini.

Pasalnya, redenominasi membu­tuhkan biaya yang besar untuk cetak uang baru dan sebagainya. Jauh hari sebelumnya, ia juga tidak sungkan menyatakan wacana redenomi­nasi sebagai proyek-proyekan Bank Indonesia. Sebab, hitungan Rizal manfaat redenominasi sangat kecil, namun membutuhkan biaya yang sangat besar untuk mencetak uang baru, sosialisasi dan lainnya.

“Dari pada mroyek, mending buat kebijakan moneter yang efektif,” ujar Rizal di Bandung, beberapa waktu lalu.

Rizal menyarankan tim ekonomi Jokowi fokus menggenjot sektor riil guna mempercepat roda perekonomian nasional. “Fokus genjot sektor riil, ekspor dan lapangan kerja,” tulis Rizal melalui akun twitternya @RamliRizal.

Selain pro-kontra, sejumlah war­ganet di Twitter juga tampak was-was dengan redenominasi. Akun @kakalebot menanyakan apakah penyederhanaan nominal rupiah akan berpengaruh pada investasi.

“Mau tanya dong menghadapi redenominasi rupiah apakah ber­pengaruh dengan investasi logam mulia? Lebih baik simpan dalam bentuk property/LM?,” tanya dia.

“Redenominasi akan menimbul­kan kebanggaan ketika Mata uang rupiah diberikan sebagai souvenir kepada penduduk negara lain, kar­ena efek nilai jualnya,” dukung @ lorosai_baucau.

“Redenominasi itu enaknya pas ngitung uang yang gede. Yang tadinya 1 kuadriliun jadi 1 trilyun,” ulas @60far60pay.

“Tapi Mbah kalau redenomi­nasi jadi dilakukan pasti ada yang sangat kecewa yaitu Marga Pasaribu di Tapanuli akan menjadi Marga Pasar Satu,” canda akun @ MbahUyok.

Rencana Redenominasi rupiah alias menghilangkan beberapa angka nol di belakang angka rupiah, saat uang kertas baru saja dicetak, merupakan indikasi ketidak matangan alias perencanaan pemerintah yang tidak profesional. Rakyat tidak butuh itu semua. Rakyat tidak butuh penghilangan nol di dalam lembaran rupiah. Yang dibutuhkan rakyat adalah kesejahteraan dan keadilan. Maka yang dibutuhkan rakyat sesungguhnya penghilangan …. (isi sendiri) [kl/pm]