Suripto SH: Antara Kebangkitan PKI, Masa Depan Kita, dan Kedaulatan Indonesia

Oleh : Suripto SH (Pengamat Intelijen, Pertahanan dan Keamanan)

1. Pada tahun 1972 saya bersama Prof Fuad Hasan dan Jenderal Soemitro Pangkopkamtib datang ke Pulau Buru. Kesimpulan saya adalah 90% tapol tidak paham politik. Mereka terbawa suasana dan menjadi ‘korban’ perseteruan elit politik era Perang Dingin. Yang sadar ideologi hanya 10% saja.

2. Perhitungan saya waktu itu dari 7 juta anggota PKI ada sekitar 200.000 anak keturunannya yang masih berusia di bawah 12 tahun, 20 tahun ke depan seberapa besar mereka ini menjadi ancaman? Sehingga saya terus berusaha mancari tahu di mana saja dan oleh siapa saja mereka ini dibina. Sehingga saya usulkan agar ada program untuk melakukan penelusuran secara mendalam terhadap mereka.

3. Ternyata ada yang dibina dan ditampung oleh yayasan, beberapa di antaranya yasasan Katolik. Tidak ada yayasan atau organisasi Islam yang membina mereka. Sekarang mereka berusia 40-45 tahun.

4. Pengikut PKI itu sama seperti pecandu narkoba. Harus dibina agar sembuh. Jadi kalau sekarang orang ramai bicara soal kebangkitan PKI itu sebenarnya tergantung pada 2 faktor; yaitu pertama siapa aktor-aktor yang memotivasi, dan kedua faktor-faktor lain yang mempengaruhi.

KOMUNISME ADALAH SPARING PARTNER KAPITALISME

5. Deng Xiao Ping mencetuskan ide ‘One State Two Systems” (satu negara, dua sistem) sehingga Cina yang dulunya adalah negara komunis berubah menjadi negara kapitalis (kapitalisme negara, state capitalism).

6. Cina daratan sekarang ini berusaha melakukan hegemoni untuk menguasai dunia, bersaing dengan USA dan sekutu-sekutunya. Salah satunya melalui proyek OBOR (One Belt One Road) untuk menghidupkan kejayaan jalur sutra perdagangan dunia, dengan biaya 1 Trilyun USD (dari sekitar 28 T cadangan duit Cina).