Asyari Usman: Jangan Terus Menjadi Buih di Lautan

Eramuslim.com – Umat Islam di Indonesia memang berangka mayoritas. Entah itu 90% atau 85%. Yang jelas mayoritas. Tetapi, hari ini “suara” umat menjadi minoritas. Dalam bahasa yang halus, Nabi menyebutnya “suara buih” atau “kekuatan buih”. Bagaikan buih di lautan, kata Junjungan Alam Rasulullah SAW.

Kalau kita bayangkan buih di hamparan lautan yang perkasa, memanglah buih itu tampak dominan. Tetapi, dia (buih) adalah benda yang sangat lemah. Nasibnya ditentukan oleh angin, ombak, arus, dan kapal. Inilah oligarkhi kekuatan di laut (meminjam istilah pakar sosial-politik Hersubeno Arif dan Dr Syahganda Nainggolan).

Buih sama sekali tak dianggap ada oleh oligarkhi kekuatan laut itu. Itulah yang kelihatannya terjadi sejak republik ini berdiri. Umat Islam dikapling-kapling. Diacak-acak dan sengaja dikacau dengan menyusupkan berbagai macam aliran sesat, gaya hidup sesat, dan ideologi liberal. Semua ini bisa terjadi karena umat dalam keadaan lemah iman dan akidah; atau sengaja dibuat lemah iman dan lemah akidah.

Mayoritas serasa minoritas alias ibarat buih di lautan. Itulah yang akan terus dikondisikan atau dipelihara oleh oligarkhi kekuasaan di Indonesia. Boleh jadi umat di negeri inilah yang dahulu ada dalam bayangan Nabi SAW ketika beliau menyabdakan peringatan keras tentang “buih di lautan” itu.

Kecurangan pilpres yang berlangsung di negara ini bisa berjalan mulus akibat umat masih membuihkan diri. Sekarang, mentalitas buih itu harus ditanggalkan dan ditinggalkan. Untuk selama-lamanya.