Djoko Edhie: Nadiem, Mundurlah (III)

Eramuslim.com – Setelah Dikdasmen dirusak (Baca: Nadiem, Mundurlah II), menyusul Perguruan Tinggi yang dikerjai. Maklum, yang beri order adalah orang tuli (Doubt) yang diperintah adalah orang buta (Blind) seperti dramaturgi “The Blind & The Doubt” nya Bertold Brecht. Istilah Surya Paloh: picisan. Istilah Amien Rais: recehan.

Saya suka stigma Amien Rais dan Paloh itu, sebab Jokowi jurusan perkayuan, memang NEM terendah di sekolah teknik, tapi lima kali absen ke PBB karena tak bisa bahasa Inggris — bikin malu UGM dan Bangsa Indonesia di fora internasional.

Penulis buku “Jokowi Undercover” Bambang Tri membeberkan ijazah palsu Jokowi, memenuhi FB saya. Klop. Saya yakin tuduhan Bambang Tri itu benar.

Kembali ke Nadiem, bos tukang ojek itu jadi bosnya dikdasmenti berkat Jokowi. Sudah pesong yang pasang dia di situ. Nadiem yang cuma S1, pengalaman tak punya, jadi bosnya para profesor canggih. (S2 nya Nadiem tak diakui di Indonesia. MBA. Ijazah tak diakui saja, bisa jadi Mendikbud).

Saya mengutip tulisan Anang Zaini Gani berjudul “2+2=5”. Anang beri judul angka itu untuk menggambarkan kekuasaan Nadiem sebagai Mendikbud di ajang pemilihan rektor ITB yang koruptif. Nadiem menentukan Rektor ITB, disebut Joni Hermana: Go-Pilrek. Idiom-idiom itu merujuk fenomena bahlul sejak Nadiem jadi Mendikbud.

Go-Pilrek mengumumkan bahwa Rektor ITB  2020-2025 terpilih ialah  Prof. Reini D Wirahadikusumah Ph.D (RDW). “Keputusan aneh dari otonomi kampus yang mampus. Itu curang,” komen Dr. Syahganda  Nainggolan, alumni T. Geodesi & Geomatika – ITB dan S2-Studi Pembangunan ITB. Di bawah tajuk “Rektor Baru ITB, Isu Radikalisme dan Matinya Otonomi Kampus”, Syahganda mengecam keras Nadiem.