Dr. Tony Rosyid: Stop Reklamasi, Anies Akan Terus Diburu

Seorang menteri marah-marah. Meskipun akhirnya kendor juga setelah tahu itu salah. Sejumlah pejabat yang di pundaknya ada beberapa gambar bintang duduk bersama. Bagaimana menghadapi gubernur baru ini. Pengusaha coba nego, tapi ditolak. Pintu belakang ditutup.

Bagaimana nasib empat pulau reklamasi yang di atasnya sudah ada sekitar 1000 bangunan rumah? Pertama, apakah pulau reklamasi dikeruk kembali dan akan dijadikan laut lagi? Berapa butuh biaya? Dan anggarannya dari mana? Kalau opsi ini yang dipilih, selain akan keluar biaya besar, juga akan membuat kapok para pengusaha untuk bekerjasama dengan pemerintah. Sebab, tak ada kepastian hukum.

Dasar reklamasi ada. Yaitu Kepres no 52 tahun 1995. Keluar juga Perda no 8 tahun 1995. Atas dasar peraturan itu, tahun 1997 Pemprov DKI melakukan kerjasama dengan pihak swasta untuk melakukan reklamasi dengan imbalan 35 persen.

Setelah jadi, 100 persen pulau reklamasi itu dikuasai pengembang. Oleh pengembang dijadikan kawasan tertutup. Warga dan media tak bisa masuk. Ini jelas pelanggaran. Makanya, Anies segel. 13 pulau yang rencananya akan dibuat, Anies stop. Banyak pelanggaran hukum disitu jadi celah gubernur untuk menghentikan reklamasi. Dan, betul-betul berhenti.

Kedua, apakah seribu bangunan rumah itu dihancurkan karena belum ada IMB-nya? Perlu dipahami bahwa pengembang sesuai aturan yang ada punya hak 35 persen dari pulau yang mereka bangun. 65 persen yang semula juga dikuasai pengembang diambil oleh Pemprov. Inipun sesuai aturan yang berlaku. Maka, menghancurkan 1000 bangunan rumah hanya karena belum ada IMB-nya bukan solusi terbaik. Sebuah tindakan emosional.

Ketiga, apakah akan manfaatkan empat kawasan pantai yang sudah dibuat? Ada PP no 36 tahun 2005 pasal 18 ayat 4 yang menjelaskan bahwa kawasan yang belum memiliki RTRW dan RDTR, pemerintah daerah dapat memberikan persetujuan mendirikan bangunan gedung pada daerah tersebut untuk jangka waktu sementara. Dari PP inilah maka terbit Pergub no 206 tahun 2016 tentang Panduan Rancang Kota (RPK). Pergub ini mengatur tentang Rencana Tata Ruang di lahan hasil reklamasi.

Pulau C dan D sudah ada di RTRW DKI. Dan saat ini RDTR dalam proses revisi. Tak ada RTRW saja Pemprov boleh kasih ijin membangun, apalagi sudah ada RTRW-nya. Dan RDTR-nya juga bentar lagi jadi. So, tak ada masalah. Itu kalau orang paham hukum. Kalau gak paham? Kasih tahu, agar paham. Jangan ajak berdebat.

Berdasarkan Pergub no 206 tahun 2016 yang sudah ada, Anies setujui pengajuan IMB oleh pengembang agar 1000 rumah itu jadi legal. Toh itu memang hak pengembang karena dibangun di atas lahan lima persen dari 35 persen yang jadi bagian jatah dan hak pengembang. 65 persen lahan milik Pemprov DKI, Anies tunjuk Jakpro, BUMD milik Pemprov, untuk membangun sarana bagi kepentingan umum.

Lalu, apa yang salah? Jangan pula Pemprov dzalim sama pengembang. Main ambil dan hancurkan saja. Main hajar terus. Itu mah bukan menegakkan hukum, tapi dendam.