Prabowo, Jokowi, dan Massa

Jokowi Tanpa Massa

Entah karena gugatan atas “block-out” sebelumnya, Kompas online, dua hari lalu,  memberitakan acara yang dihadiri Jokowi sepi di Gedung Balai Kartini Jakarta, sehingga kursi-kursi kosong disingkirkan Paspampres.

Kosongnya acara yang dihadari Jokowi, maupun acara dukungan terhadap Jokowi, memamh sering menjadi pemberitaan dan pembicaraan publik, khsususnya di media sosial. Beberapa waktu lalu, misalnya, acara yang diorganisasikan Projo di Riau, meski dengan dukungan kepala kepala daerah juga kosong melompong.

Sebaliknya, berita yang menunjukkan kehadiran Jokowi disambut massa membludak terjadi di Lampung beberapa waktu lalu, kelihatannya terjadi karena mobilasi yang massif, bukan sebuah partisipasi rakyat.

Berita kehadiran Jokowi tanpa massa dapat ditafsirkan bahwa insentif rakyat untuk menghadiri acara Jokowi atau pro Jokowi sudah pudar. Jokowi sendiri sebagai “magnit” yang pernah terjadi 5 tahun lalu, sudah luntur.

Fenomena Jokowi sebagai pemimpin tanpa massa memang demikian adanya, karena Jokowi bukanlah pemimpin partai atau pemimpim ormas sejak dahulu pula. Jokowi tidak mempunyai ikatan sosial atau batiniah dengan kelompok masyarakat manapun.

Dalam kepemimpinan seperti ini, Jokowi hanya bersandar pada ukuran-ukuran formalitas untuk mendapat apresiasi dari masyarakat. Jika masyarakat merasa kinerja Jokowi sesuai dengan janji politiknya 5 tahun lalu, maka apresiasi akan diberikan oleh masyarakat.

Fenomena Jokowi ini mirip seperti Marcon di Prancis dan Habibie di Indonesia. Mereka menjadi Presiden sama sekali tanpa ikatan identitas terhadap rakyat. Tidak jelas mewakili golongan mana.

Pilpres Dan Tantangannya

Prabowo dengan jutaan massa pendukung vs. Jokowi yang tanpa massa bukan berarti sebuah fakta kemenangan Prabowo pada pilpres mendatang semakin dekat. Mengapa?