Presiden Tanpa Pengalaman

Sama dengan Geroge, Bung Karno, pria tampan, hebat, penuh inspirasi dan sangat kuat tekadnya melihat bangsa ini besar, juga tak punya pengalaman pemerintahan, apalagi presiden. Sebelum diusulkan oleh almarhum Pak Oto Iskandardinata – semoga kebaikannya membawanya ke kasih sayang Tuhan Yang Maha Pengampun dan Maha Pengasih –  Bung Karno adalah seorang pergerakan. Jangankan punya pengalaman jadi presiden, beliau tidak sudi menjadi ambtenaar Belanda.

Magnet kekuasaan, termasuk privelege-privelege konstitusi dan politik yang melekat pada jabatan presiden, memang memukau. Daya cengkeramnya dahsyat. Siapapun yang tak memiliki ketahanan moral hebat, bisa hanyut didalamnya, melupakan dan tenggelam dalam nalar-nalar pendek.

Waras

Anggota PPKI yang merancang jabatan presiden pada tahun 1945 dalam sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945, sama dengan MPR yang mengubah dan merumuskan pemilihan presiden secara langsung ini, semuanya sangat waras. Bayangkan bila saja mereka merumuskan “pengalaman jadi presiden” sebagai syarat atau apapun sifatnya, Indonesia tidak bakal punya presiden.

Bila pengalaman jadi presiden menjadi syarat, niscaya Gus Dur, Ibu Mega, putri Bung Karno ini, dan Pak Susilo Bambang Yudhoyono, bahkan Pak Jokowi sendiri tak bakal jadi presiden. Beruntung pengalaman tak jadi syarat calon presiden. Bila disyaratkan, pastilah bangsa besar nan kaya ini harus mengimpor tidak hanya kedele, gula, beras, jagung, garam dan lainnya, tetapi juga presiden.

Kewarasan mereka harus diakui, telah memungkinkan Pak Ma’ruf, yang juga kiai ini muncul menjadi cawapres Pak Jokowi. Pak Sandi, sama dengan Pak Ma’ruf, juga muncul menjadi calon wakil presiden Pak Prabowo. Praktis bapak-bapak semua telah memungkinkan pilpres kali ini terlaksana. Tanpa bapak-bapak, tidak bakal ada pilpres. UUD 1945 tidak membenarkan capres tunggal, dan capres tanpa cawapres.