Abbas Bubarkan Pemerintahan Hamas, Palestina Terbelah Dua

Presiden Otorita Palestina, Mahmud Abbas, membubarkan pemerintahan koalisi Hamas dan menyatakan keadaan darurat. Selanjutnya, dalam dekritnya, Abbas akan segera menggelar pemilu dini.

Tapi dekrit presiden Palestina itu dikhawatirkan justru memunculkan suasana yang makin berbahaya bagi Palestina.

Pengumumn Presiden Palestina Mahmud Abbas, tentang kondisi darurat dan pembubaran pemerintahan Ismail Haniyah, disusul pembentukan pemerintah baru untuk mengatur situsi darurat, tidak mungkin dilakukan efektif di Ghaza yang kini tengah dikuasai oleh Hamas. Menurut sejumlah pengamat, keputusan dramatis itu justru akan mendorong arus mereka yang tidak memihak pada pemerintahan Palestina.

Dalam keterangannya kepada Islamonline, para pengamat politik dan kalangan elit politik Palestina mengatakan bahwa keputusan Abbas untuk membubarkan pemerintahan Ismail Haniyah akan memunculkan dua arus besar yang sama-sama terpisah dari pemerintahan Palestina. Dan akibatnya, Ghaza akan tetap berada dalam genggaman Hamas yang secara bulat menolak keputusan Abbas dengan menganggap hal itu berlawanan dengan undang-undang. Sementara gerakan Fatah yang mendukung pembubaran pemerintahan, akan lebih efektif berada di Tepi Barat.

Kepada Islamonline, para pengamat menyebutkan bahwa kondisi ini bila tidak segera disadari akan bisa memberi kerugian besar bagi perjuangan kemerdekaan Palestina.

Bilal Hasan, anggota Dewan Nasional Palestina mengatakan, “Keputusan Abbas membubarkan pemerintah koalisi nasional dan menyatakan kondisi darurat bisa mengakibatkan pada pengulangan skenario seperti yang terjadi Libanon. Karena dalam kondisi seperti ini, akan ada dua penguasa berbeda di Ghaza dan Tepi Barat. Mungkin kerugian akan lebih dahsyat dari apa yang terjadi di Libanon, karena sebenarnya saat ini rakyat Palestina sedang berjuang dan merebut kemerdekaan dari penjajah Israel. ”

Menurut Hasan, keputusan Abbas terkait pemilu dini untuk memberi kesempatan kembali kelompok Fatah untuk berkuasa di Palestina juga akan memicu konflik lebih besar. “Dukungan mayoritas mutlak yang diberikan kepada Hamas dari rakyat Palestina dan terwakili dalam parlemen harus dipertimbangkan. Karena pihak Hamas bisa saja justru berupaya membatalkan pemilu yang dianggap illegal itu. Setidaknya, pemilu itu tidak efektif di Ghaza. Dan akibat berikutnya, kondisi Palestina akan kembali ke titik nol. ”

Sementara itu, Dr. Hasan Nafiah, dosen ilmu politik Palestina mengatakan kekhawatirannya bila muncul dua penguasa, salah satunya Hamas di Ghaza dan Fatah di Tepi Barat. “Ini akan menambah penderitaan dan problematika rakyat Palestina, ” ujarnya. Hal serupa juga disuarakan DR. Ali Jabrwi, dosen politik Palestina. Menurutnya, jika pihak Fatah akan memberlakukan kondisi darurat di Tepi Barat, Hamas menolak keputusan tersebut. (na-str/iol)