Lawan Israel dengan Batu, Ratusan Anak Palestina Mendekam di Penjara

Defence for Children International (DCI)-organisasi hak asasi manusia yang berbasis di Jenewa-memperkirakan ada 324 anak-anak Palestina yang saat ini berada di penjara-penjara Israel. Dari jumlah itu, hampir setengahnya dipenjara karena kasus melempari tentara Israel dengan batu.

Persidangan terhadap Muhammad, 14, hanya makan waktu beberapa menit saja sampai hakim pengadilan Israel menyatakan Muhammad bersalah dan memvonisnya dengan hukuman empat bulan penjara. Muhammad diseret ke pengadilan dengan tuduhan melempari sebuah menara pengawas tentara Israel dan tembok pemisah di Tepi Barat dengan batu. Pengacara yang membela Muhammad mengatakan, Muhammad dinyatakan bersalah dengan proses yang begitu cepat di pengadilan, untuk menghindari agar Muhammad tidak terlalu lama dipenjara.

Menurut DCI, kasus-kasus seperti Muhammad sudah biasa terjadi di kalangan "pejuang" anak-anak Palestina, karena hukum yang digunakan di wilayah pendudukan Palestina adalah hukum Israel. Sampai 31 Maret kemarin, DCI mencatat ada 324 anak-anak Palestina yang mendekam di penjara-penjara Israel.

Seorang pengacara bernama Iyad Misk mengatakan, pengadilan-pengadilan militer Israel sangat memalukan. "Sebagai pengacara, saya lebih suka tidak ambil bagian dalam permainan ini tapi saya berusaha membantu anak-anak. Bagi seorang pengacara, ini merupakan dilema, " ungkap Iyad.

Proses peradilan anak-anak Palestina, dilaksanakan dalam bahasa Ibrani dan diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, dan umumnya selesai dalam beberapa menit saja. Para pengacara dilarang melihat bukti dokumen-dokumen pengadilan, yang oleh militer Israel dikatagorikan sebagai dokumen-dokumen yang dirahasiakan.

Yang lebih memprihatinkan, ada sejumlah anak yang dipenjara tanpa tuduhan dan tidak pernah menjalani proses hukum. Anak-anak Palestina itu ditangkap atas perintah rejim Israel. Mereka dipenjara sampai enam bulan dan rejim Israel bisa memperpanjangnya sesuka hati.

"Pengadilan militer benar-benar didisain untuk kepentingan penjajah, " kata Khalid Quzmar, kordinator unit hukum DCI di Tepi Barat.

Tak sedikit anak-anak Palestina yang mengalami trauma setelah bebas dari penjara Israel. Shehab, 15, pernah mendekam di penjara Israel selama empat setengah bulan tahun 2007. Dia dituduh telah melempar sebuah bom molotov ke pos pengawas Israel di Al-Arub, dekat kota Hebron, Tepi Barat.

Aparat keamanan Israel menangkap Shehab di rumahnya pada pukul dua dinihari. Shehab langsung diborgol, ditutup matanya, dan dipukuli sebelum dibawa ke kamp militer untuk diinterogasi. "Mereka mematahkan hidung dan beberapa gigi saya. Mereka menendang dan meninju perut serta muka saya, " kisah Shehab. Penyiksaan itu memaksanya untuk membuat pengakuan, meski ia berkeras tidak pernah melakukan tindakan seperti yang dituduhkan oleh militer Israel. Kalaupun ia melempari penjajah Israel dengan batu, tukas Shehab, itu bukanlah tindakan yang salah.

Meski demikian, setelah dibebaskan, Shehab trauma jika melihat tentara Israel. "Saya berusaha menghindari kontak dengan Israel, dengan para tentaranya, " kata Shehab.

DCI mengatakan, proses penangkapan dan penahanan yang dilakukan Israel terhadap anak-anak Palestina, melanggar konvensi internasional tentang hak-hak anak, di mana Israel ikut menandatanganinya. Menurut konvensi itu, penahanan terhadap anak-anak hanya dilakukan sebagai pilihan paling akhir dan dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama. (ln/mol)