Utusan Khusus Kelompok Kwartet Ancam Mundur, Akankah Rakyat Palestina Akui Keberadaan Israel?

Pemerintahan Hamas menyerahkan keputusan pada rakyat Palestina, apakah akan mengakui Israel atau tidak. Hal tersebut ditegaskan Hamas dalam program-program pemerintahannya yang dimuat dalam situs resmi Hamas, Sabtu (11/3). Pasal kelima dalam program tersebut berbunyi, "Pertanyaan tentang pengakuan terhadap Israel bukan hak hukum dari satu faksi atau pemerintahan saja, tapi keputusan itu ada di tangan rakyat Palestina."

Dengan demikian, maka terbuka kemungkinan bagi pelaksanaan referendum untuk memutuskan masalah pengakuan Palestina terhadap Israel. Dengan referendum, apapun hasilnya, akan melepaskan Hamas dari cap sebagai gerakan garis keras yang secara ideologis menolak keberadaan Israel.

Bagi AS dan Uni Eropa yang selama ini mengancam akan menghentikan bantuan untuk pemerintahan Palestina pimpinan Hamas, referendum tidak akan banyak memberikan pilihan bagi mereka selain melanjutkan pemberian bantuan apapun hasil referendum nanti. Karena AS dan Uni Eropa selalu menegaskan bahwa mereka tidak akan menghukum rakyat Palestina.

Juru bicara Hamas Zami Abu Zuhri pada Minggu (12/3) mengatakan, Hamas meyakini bahwa isu soal pengakuan terhadap Israel adalah persoalan antara negara dan semua yang ada di pemerintahan, bukan urusan partai politik.

"Pengakuan terhadap sebuah negara selayaknya datang dari pemerintahan suatu negara bukan dari sebuah partai, kelompok atau organisasi politik. Hamas secara khusus tidak memiliki hak itu, dan bukanlah misi Hamas untuk menentukan apakah Israel diakui sebagai negara atau tidak," kata Abu Zuhri.

Likud Tolak Akui Pemerintahan Hamas

Sementara itu, ketua partai Likud Benjamin Netanyahu menegaskan bahwa partainya menolak mengakui eksistensi pemerintahan Palestina yang dipimpin Hamas. Netanyahu mengungkapkan hal tersebut pada surat kabar Yediot Aharonot yang mempublikasikan platform partai Likud dalam kampanyenya menjelang pemilu di Israel 28 Maret mendatang.

"Haruskan saya bicara tentang konsesi ketika Hamas berkuasa di pemerintahan Palestina? Untuk saat ini, belum ada yang bisa dilakukan dan kami harus melawan Hamas. Sepanjang Hamas masih memegang kendali, kami tidak akan mengembalikan wilayah manapun pada mereka, kami tidak akan mengirimkan uang sepeserpun pada mereka dan kami tidak akan membiarkan rakyat Palesina bekerja di Israel. Platform kami akan direvisi sesuai dengan perubahan situasi," papar Netanyahu.

Dalam plarformnya, partai Likud juga berargumen bahwa peta jalan damai hasil kesepakatan internasional yang menyebutkan bahwa Palestina akan hidup berdampingan dengan damai dengan Israel, adalah kesepakatan final.

"Kelanjutan dari jalan damai itu sangat tidak mungkin dengan ketiadaan partner yang terlegitimasi," sambung Netanyahu.

Utusan Khusus untuk Timur Tengah Ancam Mundur

Sementara itu, ketidakjelasan kebijakan Barat terhadap pemerintahan Palestina pimpinan Hamas membuat utusan khusus internasional untuk Timur Tengah James Wolfensohn kesal dan mengancam mundur, jika Barat masih belum menyepakati kebijakan baru terkait dengan pemerintahan Palestina yang baru.

"Anda tidak bisa menyinggung soal pembangunan dan perdagangan jika belum jelas mekanisme bantuan seperti apa yang diterima oleh negara-negara donor," kata seorang staff Wolfensohn pada surat kabar The New York Times.

"Setiap negara punya ide-idenya sendiri, tapi tidak ada kepemimpinan dan tidak ada satupun yang akan dilakukan tanpa keputusan yang telah disetujui, yang memberikan kejelasan dalam hal apa yang akan dilakukan," sambungnya.

Kelompok Kwartet yang terdiri dari Uni Eropa, PBB, Rusia dan AS menunjuk Wolfensohn sebagai utusan khusus mereka di Timur Tengah untuk memantau penarikan mundur Israel dari Jalur Gaza, bulan Agustus tahun 2004 lalu. Tugasnya yang lain adalah membantu rakyat Palestina menjadikan Gaza sebagai wilayah yang makmur lewat investasi dan penciptaan lapangan kerja.

Belakangan, setelah Hamas menang pemilu, Kwartet malah mengancam akan menghentikan bantuan ke Palestina, kecuali Hamas melucuti senjatanya dan mengakui eksistensi Israel. Bagi Hamas, ancaman itu dianggap sebagai pemerasan dan menyatakan pihaknya akan mencari bantuan dari negara-negara Arab dan Muslim.

Kelompok Kwartet lalu menyatakan akan melanjukan bantuan untuk rakyat Palestina tanpa melalui Hamas, tapi sampai sekarang belum tercapai konsensus bagaimana mereka akan menyalurkan bantuan itu.

Wolfensohn yang pernah menjabat sebagai Kepala Bank Dunia menyatakan, ia bersedia menjadi utusan khusus di Timur Tengah sampai bulan April mendatang atas permintaan kelompok kwartet.

"Akan sangat tidak bertanggungjawab jika menutup kantor utusan khusus tiga hari setelah pemilu di Israel. Tapi Wolfensohn juga berpikir bahwa sangat tidak bertanggungjawab jika membiarkan kantor tetap buka tanpa keputusan yang jelas dari kelompok kwartet tentang kebijakan mereka terhadap otoritas pemerintahan Palestina dalam kondisi seperti sekarang ini," ujar staff Wolfensohn.

Akhir Februari lalu, Wolfensohn mengingatkan bahwa keuangan otoritas Palestina terancam hancur dalam dua minggu ini dan mendesak kelompok kwartet untuk memberikan skema bantuan jangka panjang pada pemerintahan Palestina pimpinan Hamas.

Seorang pejabat yang dekat dengan Wolfensohn mengungkapkan, Wolfensohn sangat frutasi dengan ketidakmampuan pemerintahan Bush untuk meyakinkan Israel agar memenuhi janjinya membuka akses kedalamdan keluar Gaza bagi rakyat Palestina maupun lalu lintas barang kebutuhan masyarakat.

Seperti diketahui, Israel menutup terminal perbatasan yang merupakan jalur utama lalu lintas perdagangan antara Israel dan Gaza. Laporan USAID menyebutkan, tindakan itu telah menyebabkan kerugian finansial dan hancurnya bisnis agrikultur rakyat Palestina di wilayah itu. (ln/iol/aljz).