Sekjen PBB: Dunia Berjalan Menuju Neraka Iklim

Sekjen PBB: Dunia Berjalan Menuju Neraka Iklim

Eramuslim.com – Layanan Pemantau Iklim Uni Eropa Copernicus melaporkan bahwa Bumi mengalami gelombang panas terpanjang sejak bulan Juni 2023 hingga Mei 2024.

Disebutkan bahwa suhu bumi menjadi lebih panas 1,5 derajat celcius selama 12 bulan tersebut, disebabkan oleh industrialiasi dan penggunaan bahan bakar fosil dalam jumlah besar.

Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, menyalahkan perusahaan bahan bakar fosil yang meraup banyak keuntungan karena perannya mempertajam krisis iklim.

“Perusahaan-perusahaan ini telah menghabiskan miliaran dolar selama beberapa dekade untuk menipu masyarakat dan menabur keraguan,” ujarnya, seperti dimuat AFP.

Ia mendorong negara-negara kaya untuk berkomitmen menghentikan penggunaan batu bara pada tahun 2030, mengurangi minyak dan gas sebesar 60 persen pada tahun 2035, dan meningkatkan aliran pendanaan ke negara-negara termiskin dan paling rentan terhadap perubahan iklim.

“Dalam hal iklim, kita bukanlah dinosaurus. Kami adalah meteornya. Kita tidak hanya berada dalam bahaya, kitalah bahayanya. Tapi kami juga solusinya,” kata Guterres.

Sekjen PBB itu menilai saat ini Dunia perlu bekerja sama untuk keluar dari jalan menuju neraka iklim.

“Kita sedang bermain rolet Rusia dengan planet kita. Kita membutuhkan jalan keluar dari jalan raya yang bergerak menuju neraka iklim. Dan kebenarannya adalah, kita memiliki kendali atas kemudi ini,” ungkapnya.

Laporan Copernicus muncul ketika Amerika Serikat bagian barat mengalami gelombang panas pertamanya pada musim panas ini dengan suhu yang melonjak hingga tiga digit.

Namun panas yang belum pernah terjadi sebelumnya telah meninggalkan jejak kematian dan kehancuran di seluruh dunia.

Puluhan orang tewas di India selama beberapa minggu terakhir ketika suhu mencapai 50 derajat celcius. Suhu ekstrem di Asia Tenggara telah menyebabkan kematian, penutupan sekolah, dan berkurangnya hasil panen; dan saat panas melonjak di Meksiko, monyet-monyet howler terjatuh dan mati dari pepohonan.

Udara dan lautan yang lebih panas juga memicu curah hujan yang lebih tinggi dan badai yang merusak seperti yang melanda Amerika Serikat, Brasil, Kenya, Uni Emirat Arab, dan negara-negara lain pada tahun ini.

(rmol)

Beri Komentar