Catatan Pengajian di Bumi Sakura (3): Kelas Masak Sebagai Sarana Dakwah

Pada hari Sabtu minggu lalu, tepatnya tanggal 27 Juni 2009, Fukuoka Masjid membuka kelas masak untuk yang pertama kalinya. Kelas masak tersebut bertujuan untuk memperkenalkan budaya Islam melalui makanan. Disamping itu, sebenarnya kegiatan tersebut juga dimaksudkan sebagai salah satu dakwah sosial ke masyarakat disekitar Masjid agar mereka juga berkesempatan untuk terlibat langsung dalam kegiatan Masjid yang notabene berada dekat dengan lingkungan tempat tinggal mereka. Harapan lainnya adalah terjalinnya komunikasi dan kehidupan bertetangga yang lebih harmonis.

Kelas pertama tersebut dibagi menjadi 2 kelompok (putra dan putri) dengan menawarkan menu Indonesia. Pertimbangan untuk memilih menu dari Indonesia lebih didasarkan pada masukan dari saudara muslim Jepang., Menurut mereka, menu Indonesia sampai saat ini merupakan salah satu menu internasional yang paling dikenal dan disukai oleh orang Jepang. Adapun menu yang ditawarkan adalah sop daging, martabak telur, tempe goreng, krupuk udang dan sambal terasi.

Pembukaan acara kelas masak dimulai dengan pembacaan Al-Qur’an surat Al Hujuraat ayat 13; setelah didahului dengan pengenalan dan ulasan singkat dari pembawa acara bahwa sebagai orang Islam kami mempunyai pedoman kitab suci yang dibaca setiap hari. Terjemahan dari ayat tersebut juga dibacakan dalam bahasa Jepangnya. Sekilas uraian dan penekanan diberikan pada sebagian kandungan makna ayat tersebut, yaitu Allah yang menciptakan manusia berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar mereka saling mengenal. Dan sejalan dengan itu pulalah acara masak diadakan sebagai media untuk saling berkenalan meskipun kami berasal dari bangsa dan agama yang berbeda Setelah itu, acara dilanjutkan dengan perkenalan singkat tentang instruktur masak dan dialog informal sambil menyiapkan bahan-bahan untuk memasak.

Dalam dialog informal itu, beberapa informasi menarik dapat digali dari peserta. Berikut adalah beberapa diantaranya. Seorang peserta mengungkapkan dengan penuh kekuatiran bahwa dia tidak suka makanan yang memakai bumbu bawang putih; karena tidak suka baunya. Beberapa lagi mengungkapkan bahwa mereka tidak menyukai makanan yang berminyak (gorengan). Beberapa ungkapan yang sempat membuat kami sedikit mencemaskan menu yang kami tawarkan.

Akan tetapi, semua ungkapan keraguan diatas sirna seketika saat makanan telah selesai dimasak bersama-sama dan siap untuk disantap. Beberapa komentar yang melegakan sudah mulai bermunculan pada saat mencicipi masakan. Pancaran bahagia dan rasa puas dari peserta sudah mulai kelihatan jelas. Dan keraguan tersebut hilang tuntas saat bersantap bersama. Para peserta kelihatan sangat menikmati hidangan dari hasil memasak bersama tersebut sambil beberapa kali mengucapkan kata enak.

Diakhir santap bersama, tiap peserta memberikan kesan dan pesan tentang kelas masak hari itu. Alhamdulillah, tidak ada satupun komentar negatif. Seorang peserta yang tadinya anti bawang putih berkata bahwa dia sekarang menyukainya karena ternyata bau bawangnya berubah jadi aroma yang harum dan melezatkan masakan. Sedangkan peserta yang tadinya meragukan menu gorengan-pun berucap bahwa martabak dan tempenya enak sekali. Yang diluar dugaan adalah respon peserta terhadap sambal terasi.

Sambal terasi yang sedari awal hanya dimaksudkan sebagai menu ekstra tapi mendapat sambutan luar biasa. Anggapan saya selama ini bahwa kebanyakan orang Jepang tidak suka pedas terkikis pada hari itu. Sambal terasi yang saya perkirakan akan sisa banyak dan dapat digunakan untuk pengajian hari minggu ternyata malah nyaris tak bersisa.

Yang paling menggembirakan diatas semua itu adalah ungkapan jujur beberapa peserta yang merasa mendapat kesan lain tentang muslimah berkerudung setelah bergabung dan berinteraksi langsung dengan kami. Nampaknya mereka mempunyai kesan lain tentang muslimah berkerudung sebelumnya. Disamping itu juga beberapa pertanyaan seputar makanan halal yang sempat dilontarkan oleh peserta saat dialog santai.

***

Hari itu peserta pulang dengan membawa kesan baik dan berharap untuk bisa ikut serta bila ada kelas masak lagi di waktu mendatang. Sementara, tim penylenggara bersyukur karena acara kelas masak berjalan lancar dan terbilang sukses. Semoga acara masak berikutnya bisa ditampilkan dalam kemasan dakwah yang lebih efektif dan menarik, InshaAllah, amin.

Satu hari berikutnya, tulisan tentang liputan kelas masak di Masjid Fukuoka sudah terpampang manis di harian lokal Jepang, lengkap dengan kesan sang wartawan tentang enaknya makanan halal yang disantapnya. Fukuoka, 1 Juli 2009 Umi Shandi Divisi Keputrian, Fukuoka Masjid