Danielle Lo Duca, Terpikat Bismillah dan Al Anbiyaa

Apakah Islam sungguh-sungguh mengajarkan kekerasan, sebagaimana yang dilakukan para teroris yang menyerang negaranya? Danielle pun mulai berupaya mendapatkan Alquran. Kebetulan sekali, suatu hari dia memperoleh terjemahan Alquran secara gratis. Saat itu, dia sedang melintasi sekelompok orang yang sedang membagi-bagikan Alquran. Apakah itu gratis? tanya dia.

Seseorang dari mereka mengiyakan. Danielle pun meraih satu eksemplar yang mereka berikan, lalu melanjutkan perjalanan. Sesampainya di rumah, dia masih meyakini buku gratis yang didapatkannya itu hanya berisi ajaran-ajaran kuno yang tidak sesuai dengan perkembangan zaman sekarang.

Namun, keyakinan itu goyah setelah dia membaca secara teliti terjemahan kitab suci ini. Pertama-tama, dia mengagumi bacaan bismillahirrahmaanirrahim yang ada di tiap awal surat. Dia men dapati, arti kata-kata itu adalah, dengan menyebut nama Allah (Tuhan) yang Mahapengasih, Mahapenyayang. Bukankah ini berarti Tuhannya orang-orang Muslim itu tidak pendendam? Batin Danielle saat itu.

Perempuan yang saat itu berusia 20- an tahun tersebut terus membolak-balik terjemahan Alquran ini. Dia merasa, ada semacam keindahan yang belum pernah dia kenal sebelumnya. Alquran seolah-olah mengajaknya berkomunikasi dari hati ke hati. Selain itu, kata-kata yang tercantum di sana telah menarik daya intelektual Danielle.

Sejak membaca terjemahan Alquran, dia mulai lebih sering merenungi hakikat kehidupan. Sampai saat itu, Danielle masih belum mau meyakini sesuatu secara membabi-buta. Dia pun mulai membeli buku-buku tentang Islam, termasuk kisah Nabi Muhammad SAW.

Dari bahan bacaannya itu, Danielle mengetahui, sosok pembawa risalah Islam tersebut ternyata pernah ditegur Allah melalui satu surat di Alquran. Hal ini menarik. Jika Muhammad SAW dianggap sebagai penulis Alquran, seba gaimana tudingan para orientalis, mengapa ada satu surat yang menegurnya? Sosok ini (Nabi Muhammad SAW) tidak menunjukkan tanda-tanda seorang pembohong, kata Danielle.

Suatu malam, dia kian terperangah tatkala membaca terjemahan surat Al Anbiya ayat 30. “Itu teori Big Bang!” cetus Danielle. Ayat itu masih melanjutkan, segala sesuatu yang hidup berasal dari air. Bukankah itu ditemukan baru pada zaman kini oleh ilmuwan abad modern?

Pada musim gugur 2002, dia dalam perjalanan pulang dari Perpustakaan Pratt Institute menuju rumahnya. Seharian penuh dia melahap tumpukan buku untuk memuaskan rasa penasarannya terhadap agama ini. Dia ingin kembali ke apartemennya di Brooklyn untuk menenangkan pikiran sejenak. Aspal dan pepohonan berkilau dalam cahaya buatan yang hangat. Dia merasa tenggelam dalam lamunan.

“Kebenaran sudah ada di depan mata, sampai kapan saya mencari? tanya dia dalam hati. Saya baru saja memiliki kesadaran yang saya bayangkan sebelumnya tidak mungkin. Saya kini telah menemukan jawaban atas apa yang saya pikir sebagai pertanyaan yang tak kunjung henti,” lanjut dia. Pilihannya hanya dua.

Tunduk pada kebenaran atau tetap bertahan dalam penyangkalan yang menggelisahkan. Jam-jam yang telah dihabiskannya untuk membaca buku-buku tentang Islam kini terasa memosisikannya dalam titik kritis. Haruskah menegaskan apa yang dia tahu sebagai kebenaran?