Membunuh Teroris Dengan Demokrasi?

Sesudah Presiden AS George Walker Bush melakukan “war global terrorism”, dan mengeluarkan anggaran triliun dolar, menggunakan seluruh perangkat kekuasaan dan kekuatannya, ternya AS gagal mengakhiri ancaman global, yaitu kekuatan kaum teroris. Kekkuatan teroris terus bertambah banyak, menakutkan dan menjadi ancaman.

AS seperti yang diakui oleh Presiden Bush, gagal mengakhiri ancaman kekerasan, dan sampai hari ini Iraq terus dilanda kekerasan, dan bahkan kekerasan ini terus menyebar ke seluruh kawasan duni Arab, Afrika Utara, negara Teluk, serta ke Asia Selatan. Tanpa AS dapat menyentuh tokoh-tokoh kunci dari mereka yang dituduh sebagai teroris dan al-Qaidah.

AS kedodoran di Pakistan dan Afghanistan, dan menjadi bulan-bulanan, serta tak efektif dengan kekuatan militer yang sudah dikerahkan ke wilayah itu. Presiden Barack Obama, sesudah memerintahkan pasukan tempur keluar dari Iraq, dan menambah kekuatan militer di Afghanistan, tetapi terus meningkat kekuatan Taliban, dan membuat pemerintahan Hamid Karzai dalam bahaya dan ancaman. Setiap hari pejabat pemerintah, polisi, militer dan pasukan Nato di Afghanistan menjadi korban dan tewas.

AS menghadapi situasi yang krisis dalam menangani kelompok-kelompok teroris dan fundamentalis, yang sekarang selalu dikatakan sebagai ancaman bagi kepentingan Barat. Inilah yang menjadi perhatian utama dalam pemerintahan Obama, dan sekarang mencari pendekatan baru, menghadapi kekuatan-kekuatan teroris dan fundamentalis, yang menyebara ke seluruh dunia Islam.

Kemudian, Gedung Putih, dan para pakar keamanan, kolaborasi dengan para peneliti, dan ahli strategi politik, merumuskan kembali penanganan kebijakann luar negeri AS, khususnya menghadapi ancaman yang sekarang menjadi prioritas utama AS, dan terus mengembangkan sebuah langkah-langkah strategis yang ingin dijalankan dengan menggunakan seluruh sarana yang dimiliki pemerintah AS,khususnya departemen luar negeri AS yang akan menjadi ujung tombak kebijakan ini.

Seorang pakar dari Randcop, sebuah lembaga “think-than” yang berbasis di Washington, mengetengahkan sebuah hipotesa, yang merupakan hasil resit mereka, yaitu mengahdapi terorisme dan fundamentalisme, harus dihadapi dengan nilai-nilai baru, yang harus ditransformasikan ke tengah-tengah dunia Islam. Inilah yang hasil terakhir kesimpulan yang dihasilkan oleh Randcop.

Maka, Presiden Barack Obama, tidak lama sesudah terjadi “revolusi” di dunia Arab dan Afrika Utara, memerintahkan Menlu Hallary Clinton, mengunjungi Mesir dan Tunisia, memastikan bahwa sesudah perubahan politik, yang kedua negara itu, menuju sistem demokrasi, dan membalikkan sistem yang lama, otokrat dan dictator akan menciptakan stabilitas dan dan sekaligus menghentikan ancaman terorisme dan fundamentalisme.

Karena, negara-negara Arab dan Afrika Utara yang selama ini, menggunakan model pemerintahan otokratis dan dictator, gagal mengakhiri kekerasan dan ancaman dari kaum fundemantalis dan teroris. Inilah gambaran baru yang sekarang sedang dicoba oleh AS dengan menggunakan demokrasi untuk mengubur kaum teroris dan fundamentalis.

Kekuatan-kekuatan “teroris” dan “fundamentalis” tengah dibujuk masuk ke sistem demokrais, dan masuk ke dalam ruang yang ak an menjadi tempat baru se ba gai “killing ground” terhadap kekuatan mereka. Dengan iming-iming kekuasaan dan kemewahan hidup para fundamentalis dan teroris itu akan “melempem”, dan k ehilangan daya semangatnya menghadapi yang mereka tuduh sebagai “musuh-musuh” Tuhan.

AS merujuk Turki dan Indonesia yang sudah masuk dalam perangkap Barat dalam “killing ground” demokrasi, kekuatan-kekuatan teroris dan fundamentalis mengalami tranformasi ideologis, dan menjadi “melempem”, karena mereka terkena lezatnya “Kue Pembangunan”, dan memaksa mereka menjadi menyesuaikan diri dengan ideologi Barat, dan menjadi sangat pragmatis. Tidak ada lagi fundamentalis dan teroris, karena mereka sudah “kenyang”.

Ini masih sangat spekulatif. Tetapi, kebijakan AS yang baru ini, berdasarkan kajian dan pengamatan yang dianggap palingmemadai untuk mengatasi ancaman teroris dan fundamentalisme yang sekarang sekarang menakutkan Barat. Dengan masuknya sejumlah aktivis ke dalam sistem demokrasi, maka Barat menjadi merasa sangat aman.

Presiden Barack Obama telah mengambil keputusan memerangi Gadhafi dan memberikan dukungan kepada oposisi. Karena tidak ingin Libya menjadi seperti Somalia atau Afghanistan, yang sekarang menjadi ancaman keamanan global.

Jika perang darat di Libya dan berhasil mengusir Gadhafi dari Libya, serta lahir pemerintah baru, yang lebih demokratis, dan pro-Barat, ini merupakan sukses Obama dalam mendifinisikan kebijakannya yang baru menghadapi dunia Islam. Wallahu’alam.