Mimpi SBY Memberantas Korupsi

Sekarang menjadi sangat menyakinkan bahwa pemerintahan SBY tidak serius memberantas korupsi. Padahal korupsi telah menjadi ancaman nasional. Korupsi telah mengarahkan negara menuju kebangkrutan. Tetapi pemerintah dengan mengajukan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (RUU Tipikor) yang memiliki sembilan kelemahan yang berpotensi menjadikan KPK sebagai penegak hukum terancam lumpuh.

Ada dalam rancangan undang-undang Tipikor yang baru mengandung kelemahan yang sifatnya inheren (melekat), dibandingkan dengan peraturan yang lama adalah hilangnya ancaman hukuman mati, hilangnya pasal tentang kerugian negara, hilangnya ancaman hukuman minimal menjadi hanya satu tahun, dan melemahnya sanksi untuk mafia hukum, seperti suap untuk aparat penegak hukum.

Tentu yang lebih berat lagi menurut Indonesia Corruption Watch (ICW) juga menemukan pasal yang potensial mengkriminalisasi pelapor kasus korupsi, korupsi dengan kerugian Rp 25 juta bisa dilepas dari penuntutan hukum, serta tidak adanya kewenangan penuntutan KPK yang disebut secara jelas.

Kelemahan terakhi menurut ICW dalam rancangan ini tidak ditemukan aturan seperti Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 yang mengatur soal pidana tambahan, yaitu pembayaran uang pengganti kerugian negara, perampasan barang yang digunakan dan hasil untuk korupsi serta penutupan perusahaan yang terkait dengan korupsi .

Sementara itu, aktivis ICW, Febri Diansyah, mengatakan bahwa politik kosmetik pemberantasan korupsi oleh Pemerintahan SBY hanyalah ilusi, ujarnya. “Sejumlah pasal di RUU Tipikor yang disusun pemerintah ini lebih lemah dan kompromistis dibandingkan perundang-undangan yang berlaku dan akan direvisi, yakni Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 dan UU Nomor 20 Tahun 2001 tengan Pemberantasan Korupsi. “Wajar jika langkah pemerintah dikatakan berseberangan dengan agenda pemberantasan korupsi”, ujar Dnal Faris, peniliti ICW.

Gambaran yang sudah nampak di permukaan tentang RUU Tidak Pidana Korupsi (RUU Tipikor), yang bakal diajukan oleh pemerintah ingin mengebiri KPK, dan memanjakan para koruptor. Ini menjadi sebuah paradok pemerintahan SBY, dan dapat dikatakan pemerintah tidak serius dan sungguh melakukan pemberantasan korupsi. Padahal negeri ini sedang menghadapi amukan para koruptor yang sudah memperok-porandakan negara.

Mengapa pemerintahan SBY justeru cenderung balik badan menghadapi para korupsi dan para koruptor yang ada? Ini menjadi sebuah pertanyaan besar (big question) bagi Presiden SBY yang selalu menegaskan komitmentnya memberantas korupsi. Tetapi dalam tahapan implementasinya, justru melemah dan terkesan kompromi dengan para koruptor?

Situasi yang ada dengan RUU Tipikor itu sangat tidak menguntungkan bagi pemerintahan Presiden SBY, yang seharusnya semakin menegaskan komitmentnya untuk melakukan pemberantasan korupsi dengan menggunakan kewenangan sebagai kepala ekskutif. Sehingga, cita-cita untuk mewujudkan ‘good governance’ dapat terwujud. Bukan sebaliknya sekarang ini kewenangan lembaga penegak hukum diperlemah dengan diajukannya RUU Tipikor.

Apakah diajukan RUU Tipikor oleh pemerintah ini ada kaitannya dengan kepentingan partai-partai poltik yang menjadi mitra kolaisi pemerintah di mana kadernya banyak yang sekarang masuk bui, karena melakukan korupsi dan menerima suap?

Kita akan melihat bagaimana para anggota legislatif dalam pembahasan nanti di DPR? Jika DPR menerima begitu saja RUU Tipikor dan menyetujui,serta cenderung tidak mengubah pasal-pasal yang menjadi substansi RUU Tipikor, yang melemahkan posisi lembaga penegak hukum seperti KPK, maka ini dapat menjadi indikator, bahwa memang partai-partai politik yang menjadi mitra koalisi pemerintah menghendaki KPK menjadi tidak lagi bergigi.

Setiap perubahan Undang-undang Tipikor yang menjadi legalitas hukum bagi para penegak hukum seperti KPK,kemudian kewenangannya dipreteli, maka sesungguhnya negara ini telah takluk dan tunduk kepada para koruptor, tentu dalam hal ini termasuk pemerintahan SBY. Cita-cita ingin menjadikan Indonesia yang bebas dari korupsi dan koruptor akan menjadi semakin jauh. Ilusi belaka. Wallahu’alam.