Presiden SBY Tak Bernyali?

Partai Golkar dan PKS terlalu kuat untuk disingkirkan oleh SBY. Kalau pun SBY dapat memasukkan PDIP dan Gerindra ke dalam kabinetnya, tak ada jaminan sisa pemerintahan SBY akan berjalan efektif dan solid serta dapat mengelola sisa umur pemerintahannya memuaskan rakyat.

Seperti yang dikatakan Wapres Boediono, pemerintahan yang jatuh bangun, pasti akan kehilangan kepercayaan dari rakyat. Usaha-usaha reshuffle yang sekarang menjadi tuntutan Partai Demokrat dan partai koalisi lainnya, hanya akan mengandung resiko pemerintahan SBY akan menjadi semakin lemah. Tak akan mampu menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada lebih efektif. Karena akan terus menerus digerogoti konflik kepentingan yang tidak pernah habis.

Mengangkat menteri baru akan memerlukan ‘penyesuaian’ bagi menteri baru yang duduk di kabinet, apalagi kalau menteri yang baru tidak ‘perform’ alias mutunya lebih rendah dari menteri yang digantikannya. Inilah akan membuat pemerintahan SBY akan menjadi amburadul. Reshuffle ini hanya meningkatkan kondisi yang tidak stabil dan mendorong terjadinya kekacaucan politik di Indonesia.

Resiko pemerintahan yang dibangun diatas pilar koalisi partai-partai politik, dan partai pendukung utamanya, Partai Demokrat tidak mencapai mayoritas di parlemen, maka tidak mungkin SBY dapat melakukan keputusan politik hanya berdasarkan dukungan satu partai politik, seperti Demokrat. Apalagi, suara Demokrat di parlemen kurang dari 25 persen. Sangat kecil untuk memberikan legitimasi yang kuat kepada SBY mengambil kebijakan politik.

Maka sekarang sangat nampak bagaimana Presiden SBY hanya menjad “macan kertas” menghadapi Partai Golkar dan PKS. Tidak memiliki daya tawar yang kuat untuk mengambil tindakan reshuffle. Reshuffle hanya menjadi wacana. Reshuffle hanya menjadi isu politik.

Reshuffle menjadi ‘tontonan’ yang tidak menarik. Reshuffle menjadi pengalihan isu, di tengah-tengah situasi dan kondisi rakyat yang semakin megap-megap akibat krisis ekonomi yang mereka hadapi, dan semakin berat himpitan ekonomi yang rakyat pikul.

SBY bukan Soeharto yang didukung oleh mayoritas tunggal (single mayority), di mana Golkar yang menjadi salah satu pilar kekuasaan Soeharto selalu memenangkan pemilu dengan suara mutlak, diatas 60 persen di setiap pemilu, sejak pemilu pertama tahun 1971, sampai pemilu terakhir tahun 1997, di mana Golkar mendapatkan suara 74 persen. Belum lagi dukungan militer, birokrasi, dan para pengusaha. Inilah yang menyebabkan Soeharto bertahan hingga lebih dari tiga dekade.

Sekarang SBY tidak memiliki pilar politik yang kuat. Partai Demokrat, partai yang baru yang tidak mungkin berhadapan dengan raksasa Golkar. Karena itu, Golkar melalui Ketua Umumnya Aburizal Bakri dengan tegas, mengatakan, bahwa Golkar sudah kenyang dengan kekuasaan, ujarnya. Golkar sudah menjadi ‘back bone’ Orde Baru selama tiga dekade, tidak gentar menghadapi isu reshuffle, yang diangkat oleh Demokrat. Karena Golkar yang sudah ada sejak awal Orde Baru itu, sejatinya menjadi “King Maker”, yang sebenarnya.

Mutualisme antara Golkar dan PKS sekarang ini, tidak mudah untuk ditaklukkan oleh Demkorat dan SBY, yang tidak memiliki akar politik, dan kekuatan yang efektif.

Ini terbukti kasus bail out Bank Century, yang digulirkan menjadi atraksi politik di DPR, akhirnya dapat menggusur Menteri Keuangan Sri Mulyani dari Kabinet. Sri Mulyani yang berseteru dengan Aburizal Bakri yang dicoba dibela oleh SbY, akhirnya tersingkir dari kabinet, sesudah Pansus DPR menyetujui opsi C, yang menyebutkan sejumlah pejabat negara yang dinyatakan terlibat dan melakukan pelanggaran hukum. Sri Mulyani meninggalkan Indonesia dan pergi ke AS.

Demokrat dan SBY mencoba mencari solusi politik dengan merencanakan reshuffle dengan substitusinya (penggantinya) menggandeng PDIP dan Gerindra menghadapi jalan buntu. Karena , PDIP yang mau masuk ke pemerintahan hanyalah Taufik Kemas bukan Megawati. Megawati tetap menolak masuk pemerintahan. Sementara, kalau Demokrat dan SBY ingin menggandeng Gerindra ini hanya partai kecil, dan apakah memasukkan Gerindra ke dalam pemerintahan akan menjadi kuat pemerintahan SBY?

Golkar selama tiga dekade menjadi ‘back bone’ (tulang punggung) Orde Baru, dan tetap eksis sampai sekarang dan bahkan ‘grow up’, dan menjadi kekuatan politik yang tetap kokoh, sementara itu PKS menjadi ‘back bone’ Presiden SBY, sejak awal, dan belakangan mentasbihkan dukungannya di Munas yang berlangsung di Ritz Carlton, dan Ketua Mejelis Syuro Hilmi Aminuddin, menyatakan, “Kebersamaan kami dalam koalisi bersama dengan Bapak Presiden SBY, bukan taktik dan strategi politik, tetapi iman dan aqidah kami”, tegasnya.

Menurut Indra J.Piliang, yang pernah menjadi tim sukses Jusuf Kalla, bahwa Munas Golkar di Pekanbaru, yang dimenangkan Aburizal Bakri bukan Surya, menandakan bahwa Golkar tetap memilih bersama dengan pemerintah. Sedangkan kekalahan Suryapaloh yang didukung Jusuf Kalla, menandakakan kekalahan kubu yang menginginkan oposisi terhadap pemerintah.

Tetapi, kedua partai politik itu, Golkar dan PKS, melalui Ketua Umumnya Aburizal Bakri dan Hilmi Aminuddin,  menyatakan tidak masalah dikeluarkan dari kabinet. Justru yang tidak memiliki keberanian dan tidak bernyali mengambil keputusan untuk menggusur Golkar dn PKS dari pemeritahan adalah Presiden SBY sendiri. Wallahu’alam.