Rakyat Libya Antara Bom Gadhafi dan Bom Sekutu

Rakyat Libya dihadapkan pada situasi yang sangat mengerikan. Membiarkan Gadhafi terus membunuhi mereka dengan cara horror, atau sekarang harus menerima keputusan pasukan koalisi Barat, yang melakukan perang terhadap Gadhafi dengan menggunakan senjata lebih dahyat.

Sejak kemarin (Minggu) pasukan koalisi Barat (AS, Inggris,Perancis, Itali,dan Kanada), yang mendukung resolusi DK PBB, terhadap zona larangan terbang, mengefektipkan serangan mereka ke sasaran-sasaran yang menjadi basis kekuatan militer Gadhafi. Serangan pasukan koalisi Barat telah mempunyai efek damage (kerusakan) dan kerugian yang hebat bagi Gadhafi.

Pasukan koalisi Barat menggunakan rudal jelajah (Tom Hawk) dan Cruise,yang ditembakkan dari kapal-kapal induk, dan serangan udara yang massif dari pesawat pembom Steal-siluman B2, Harrier, F 16, F15, yang meluncurkan rudal-rudal secara massive yang menjangkau sasaran militer Gadhafi. Kualitas dan kuantitas yang digunakan koalisi Barat, sama seperti ketika AS mengawali agresinya terhadap Irak.

Memang tampaknya tidak ada cara yang lebih efektif menghentikan kebiadaban Gadhafi, kecuali hanya dengan menggunakan kekuatan militer, meskipun akan menimbulkan dilemma dan pasti banyaknya korban. Tetapi, membiarkan Gadhafi yang sangat agresif dan penuh dengan agitasi yang ingin menghancurkan kekuatan oposisi di Libya dengan senjata, memang patut di cegah.

Gadhafi tidak dapat memahami gerak sejarah yang memang mengharuskan perubahan. Gerakan rakyatnya yang menghendaki perubahan atas kekuasaan Gadhafi yang sudah berlangsung selama 42 tahun, dihadapi dengan senjata dan bom. Gadhafi tidak rela melepaskan kekuasaannya yang sudah lama berada ditangannya. Ini sudah menjadi watak dan karakter penguasa.

Cara-cara Gadhafi yang tidak masuk akal dan sangat bertentangan dengan “common sense”, dan ingin terus mempertahankan kekuasaan dengan kekerasan, harus diakhiri. Tidak dapat dibiarkan Gadhafi melakukan horror. Tidak dapat dibiarkan Gadhafi rakyatnya seperti membunuhi “tikus”, dan tanpa rasa kemanusiaan sedikitpun.

Di tengah-tengah ajal kekuasaannya yang sudah kehilangan dukungan rakyatnya itu, Gadhafi dengan penuh retoris, mengatakan, bahwa tindakan itu untuk memerangi kelompok al-Qaidah,yang akan menjadi ancaman keamanan global. Inilah retorika Gadhafi terakhir ingin mencoba menarik simpati barak,dan agar tidak membantu kelompok oposisi yangmenginginkan berakhirnya kekuasaan Gadhafi.

Gadhafi dengan menggunakan dasar legitimasi memerangi al-Qaidah mencoba agar negara di DK PBB tidak memberlakukan sanski zona larangan terhadap Libya. Gadhafi mencoba menakut-nakukti para pemimpin Barat dengan penuh retorika dan memanipulasi kejahatannya yang sudah berlangsung selama lebih empat dasa warsa.

Tetapi,Gedung Putih, yang sekarang di bawah Barack Obama, tidak tertarik dengan retorika Gadhafi, dan mengutus Menlu Hallary Clinton berkunjung ke Mesir dan Tunisia, di mana dua negara itu, telah mengalami transformasi politik menuju sistem yang lebih demokratis dan terbuka.

Seharusnya, Gadhafi mengikuti jejak Zine El Abidin Ben Ali dan Hosni Mubarak, dua penguas Arab,yang sudah meninggalkan kekuasaan, sesudah rakyatnya menginginkan berakhirnya kekuasaan mereka. Tidak dengan cara-cara yang sangat tidak masuk akal dan naïf, menggunakan senjata dan kekerasan membunuhi rakyat untuk mempertahankan kekuasaan.

Melihat Libya sangat menyedihkan. Pilihan yang diantara bom Muammar Gadhafi dengan bom dari pasukan koalisi Barat, yang keduanya akan mempunyai dampak kemanusiaan. Semuanya akan membawa korban nyawa yang tidak sedikit.
Sebenarnya, bila Presiden Gadhafi dalam waktu singkat ini mau mengundurkan diri dan menyerahkan kekuasaannya,tidak akan banyak korban yang jatuh. Gadhafi telah membunuh ribuan rakyatnya, dan ribuan lainnya yang cider dan luka-luka.

Jika Gadhafi di tempat persembunyiannya di dalam bunker, dan terus mengumandangkan perang melawan pasukan koalisi Barat, dan terjadi perang panjang, maka ini akan terjadi malapetaka yang lebih dahsyat,dan kondisi rakyat Libya akan lebih mengerikan lagi.

Semuanya karena hanya ambisi Gadhafi yang sudah tidak masuk akal, dan ambisinya mengalahkan hati nuraninya. Wallahu’alam.