Hilangnya Keberkahan Hujan

Ada ulah manusia di balik wajah hujan yang menakutkan. Di perkotaan, betapa banyak aliran sungai yang tak lagi jernih. Keruh, serta tersumbat di sana-sini. Orang-orang juga dengan tanpa perhitungan mendirikan hunian di dekat tepian sungai. Aliran air sungai pun kian menyempit. Lebih buruk lagi: sungai diubah menjadi tempat sampah bersama.

Kemalasan orang-orang yang tak bertanggung jawab menimbulkan dampak lingkungan yang dahsyat. Mulai dari bau yang tak sedap dari air sungai hingga pada akhirnya memunculkan banjir yang kian tahun kian parah menerjang.

 

Di antara tanda-tanda kekuasaan Allah ialah hujan. Dalam surah al-Baqarah ayat 22, Allah berfirman, artinya, “Dialah (Allah) yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutusekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.”

BACA JUGA: Doa Ketika Turun Hujan

Hujan seharusnya menstimulus manusia untuk beriman dan banyak-banyak bersyukur kepada-Nya. Air hujan menimbulkan manfaat yang besar. Di lain tempat, yakni surah as-Sajdah ayat 27, Allah SWT memberi peringatan terkait hujan sebagai salah satu isyarat kemahakuasaan- Nya.

“Dan apakah mereka tidak memperhatikan, bahwasanya Kami menghalau (awan yang mengandung) air ke bumi yang tandus, lalu Kami tumbuhkan dengan air hujan itu tanaman yang daripadanya makan hewan ternak mereka dan mereka sendiri. Maka apakah mereka tidak memperhatikan?”

Ketika hujan justru berujung pada petaka, maka keberkahan yang semestinya dapat dirasakan orang-orang pada tiap tetes air yang jatuh dari langit telah hilang. Alih-alih berucap alhamdulillah, mereka malah menatap ke atas dengan pandangan cemas. Hujan seakan-akan telah jadi aba-aba bagi mereka untuk siap-siap mengungsi.

Kalau sudah begitu, siapa yang salah? Sekali lagi, banjir terjadi lantaran pengabaian terhadap mekanisme keseimbangan alam. Sebagai contoh, tata kota dibangun tanpa perencanaan yang baik dan berkelanjutan (sustainable) sehingga kehidupan manusia tak serasi dengan alam. Allah SWT telah menciptakan manusia sebagai khalifah-Nya di muka bumi.

 

Oleh karena itu, amatlah lancang bila kita justru semena-mena merusak alam. Bumi telah menyediakan segala macam keperluan demi kelangsungan hidup manusia. Secara etika, manusia sudah semestinya memelihara kelestarian alam, minimal lingkungan tempat tinggal sendiri agar selalu menjadi sumber penghidupan yang layak.

Bayangkan, bila setiap orang di negeri ini berkomitmen menjaga lingkungan salah satu tugas sebagai khilafah-Nya di muka bumi betapa lekas perubahan yang baik dapat terwujud. Misalnya, berhentilah mengotori sungai. Atau, kurangi konsumsi plastik yang sulit terurai di alam.

Langkah keseribu dimulai dari satu langkah kecil. Perubahan besar dapat diawali dari komitmen mengubah kebiasaan buruk diri sendiri. “Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan harapan. Sesungguhnya, rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik” (QS Ali ‘Imran: 14). (rol)