Ilmu itu Didatangi, Bukan Mendatangi

Eramuslim – ABU Abdillah Ahmad bin Hanbal mengatakan, Ilmu agama adalah bagaikan simpanan harta yang Allah bagikan kepada siapa saja yang Allah cintai. Seandainya ada segolongan manusia yang berhak untuk diistimewakan untuk menjadi ulama tentu keluarga Nabi-lah yang paling berhak mendapatkan pengistimewaan. Atha bin Abi Rabah adalah orang Etiopia. Yazid bin Abu Habib itu orang Nobi yang berkulit hitam. Al Hasan Al Bashri adalah bekas budak milik kalangan Anshar. Sebagaimana Muhammad bin Sirin adalah mantan budak dari kalangan Anshar. (Shifat Ash Shafwah, jilid 2, hal. 211).

Di antara ulama besar Islam di zaman tabiin yang berdomisili di Mekah adalah Abu Muhammad Atha bin Aslam Abu Rabah yang terkenal dengan sebutan Atha bin Abi Rabah. Di antara bukti ketinggian ilmu Atha adalah pujian Ibnu Umar untuk beliau. Dari Amr bin Said dari ibunya, sang ibu bertutur bahwa ketika Ibnu Umar tiba di Mekah para penduduk Mekah tanya-tanya soal agama kepada beliau. Mendapati fenomena tersebut Ibnu Umar mengatakan, Wahai penduduk Mekah mengapa kalian berkumpul menanyaiku padahal di tengah-tengah kalian terdapat Atha bin Abi Rabah. (Shifat ash Shafwah, jilid 2, hal. 211).

Diantara sisi menarik dari hidup beliau adalah kisah berikut ini,

Dari Ibrahim bin Ishaq Al Harbi, beliau bercerita bahwa Atha adalah budak berkulit hitam yang dimiliki oleh seorang perempuan dari penduduk Mekah. Di samping berkulit hitam, Atha adalah seorang yang sangat pesek sehingga digambarkan bahwa hidung Atha itu hanya seakan-akan biji kacang yang ada di wajahnya. Suatu hari Khalifah ketika itu yang bernama Sulaiman bin Abdul Malik datang menemui Atha bersama kedua anaknya. Mereka bertiga duduk di dekat Atha yang saat itu sedang mengerjakan salat sunah di masjid. Setelah beliau menyelesaikan salatnya beliau memalingkan muka dari mereka bertiga. Mereka bertiga tidak henti-henti bertanya tentang berbagai hukum mengenai ibadah haji dan Atha menjawab pertanyaan mereka sambil membelakangi mereka. Setelah selesai bertanya di jalan pulang Khalifah Sulaiman berkata kepada kedua anaknya, Wahai kedua anakku, janganlah kalian kendor dalam belajar agama karena aku tidak akan melupakan kehinaan kita di hadapan budak hitam ini. (Shifat Ash Shafwah, jilid 2, hal. 211).

Ada beberapa petikan pelajaran yang bisa kita ambil dari kisah di atas:

1). Ilmu itu didatangi bukan mendatangi. Lihatlah bagaimana seorang khalifah mendatangi seorang ulama untuk bertanya tentang masalah agama.

Dari Abul Qasim At Tafakur, aku mendengar Abu Ali al Hasan bin Ali bin Bundar Al Zanjani bercerita bahwa Khalifah Harun Ar Rasyid mengutus seseorang kepada Imam Malik bin Anas agar beliau berkenan datang ke istana supaya dua anak Harun Ar Rasyid yaitu Amin dan Makmun bisa belajar agama langsung kepada Imam Malik. Imam Malik menolak permintaan Khalifah Harun Ar Rasyid dan mengatakan, Ilmu agama itu didatangi bukan mendatangi.

Untuk kedua kalinya Khalifah Harun Ar Rasyid mengutus utusan yang membawa pesan sang khalifah, Kukirimkan kedua anakku agar bisa belajar agama bersama muridmuridmu. Respon balik Imam Malik, Silahkan dengan syarat keduanya tidak boleh melangkahi pundak supaya bisa duduk di depan dan keduanya duduk di mana ada tempat yang longgar saat pengajian. Akhirnya kedua putra khalifah tersebut hadir dengan memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Imam Malik. (Mukhtashar Tarikh Dimasyq, hal. 3769, Syamilah).