Usia 40 Masih Saja Bermaksiat, Kecupan Setan Untuknya

Eramuslim.com – Misteri dan keajaiban hidup, semua diatur dan ditetapkan Allah SWT. Semua tata kelola kehidupan berjalan sesuai ketetapan-Nya. Apa pun itu, hidup hanya akan berujung pada dua kondisi: husnul khatimah atau suu-ul khatimah.

Hanya karena kasih dan sayang-Nya, hidup seorang durjana bisa berakhir dengan husnul khatimah. Hanya karena murka-Nya, seorang ahli ibadah bisa mengakhiri hidupnya dengan keadaan suu-ul khatimah. Na’udzubillah.

Akhir hayat si begal adalah contoh kemaksiatan yang dilakukan bukan atas dasar penentangan secara sadar terhadap ajaran agama. Sangat mungkin ia melakukan itu karena ketidaktahuan. Karena hidupnya yang kelam, ia jauh dari agama.

Begitu sebuah ayat Alquran sayup-sayup menyentuh hatinya, si begal terkulai dalam kesadaran akan kasih sayang Allah SWT. Merasa hina karena maksiatnya pada masa lalunya, ia berubah jadi pelaku syariat yang ketat dan mencapai hakikat dan makrifat.

Dalam dunia sufí, Fudhayl bin Iyaad adalah contohnya. Di Indonesia, kita kenal Sunan Kalijaga. Di negeri seberang, ada Robin Hood. Nan jauh di sana, akan ada nama-nama besar lainnya, teladan dari kehidupan kelam yang berakhir dengan husnul khatimah. Sebaliknya, sering ketaatan dilakukan seseorang tidak atas ketulusan. Dengan alasan berlomba mengumpulkan pahala, tak jarang kita temukan sekelompok orang terjatuh dalam riya’ sum’ah dan syirik.

Berbangga diri karena merasa telah melakukan ketaatan kepada ajaran agama, seseorang bisa terjatuh dalam keadaan suu-ul khatimah. Syekh Ibnu ‘Athaillah dalam magnum oppusnya, Al-Hikam, mengingatkan kita, hidup tidak selalu hitam putih.

Ada kalanya di tengah-tengah, manzilatun baynal manzilatayn atau in between. Dalam Islam, hidup adalah dari awal hingga akhir. Kita diingatkan untuk berislam secara kaffah alias total. Hidup dan mati dalam keadaan Islam.