Bakti untuk Suami yang tidak Menghormati Mertua

Assalamualikum wr. wb.

Saya Ibu rumah tangga dan karyawati swasta, dengan 2 putra/i, berumah tangga sudah memasuki tahun ke 7. Sejak awal menikah keluarga kami saling bertikai, sehingga menyebabkan kami saling membenci mertua masing-masing. Walaupun begitu, keadaan rumah tangga kami baik-baik saja hingga membuahkan dua orang anak. Sampai saya menulis surat ini pun orang tua kami masih bisa dikatakan belum akur, karena masih bersikap cuek bila bertemu.

Namun seiring berjalannya waktu, saya sudah sangat melapangkan dada dan selalu berbaik sikap dan sangat hormat pada mertua, bahkan saya sering dipuji oleh mertua, bahwa saya adalah mantu yang baik.

Tidak demikian dengan suami, Bu, walaupun dia bersikap baik di hadapan orang tua saya, namun dia katakan pada saya bahwa sakit hati dia tak kan pernah dia lupa. Itu artinya dia masih sangat dendam, kan Bu, terhadap orang tua saya?

Dan yang membuat saya bingung, baru-baru ini ibu saya melakukan kesalahan (saya sangat menyadari memang ibu saya salah), tapi akibatnya, suami saya melarang ibu saya untuk datang ke rumah kami.

Saya sangat sakit hati atas tindakannya itu, Bu, karena kalau saya mau, saya bisa saja bersikap seperti dia, karena orang tuanya pun banyak kesalahannya. Tapi saya berfikir, sesalah apapun orang tua kita, dia tetap orang tua kita, kita tidak boleh melarang orang tua kita jika ingin main/menengok cucunya ke rumah kami. Tapi saya tidak mau memperuncing keadaan, Bu, saya diam dan hanya bisa menangis.

Kadang saya berfikir, kenapa suami bisa begitu, padahal maaf ya.. Bu, bukannya saya sombong, tapi hal ini sering kefikiran, pendapatan saya 20 kali lebih besar yang otomatis, semua pengeluaran saya yang tanggung. Saat ini saya hidup dengan kondisi ekonomi yang sangat berlebih menurut saya. Maaf, Bu, gaji suami saya, untuk membeli susu 2 anak kami sebulan saja tidak cukup. Tapi saya tidak pernah mempersoalkan masalah itu, saya merasa, peran saya dalam hal ekonomi rumah tangga kami tidak membuat suami bisa menghargai keluarga saya, Bu. Keluarga suami menganggap anaknya saja yang gajinya besar. Saya merasa ikut "mengangkat" nama suami, baik di keluarga, masyarakat sekitar kami tinggal, maupun di kantor suami. Tapi kenapa suami selalu melecehkan keluarga saya, Bu?

Apakah saya masih harus berbakti pada suami, Bu? Sementara ortu saya selalu dihina. Rasasnya sulit hidup dengan orang yang tidak bisa menghormati keluarga saya, Bu, dan kadang saya ingin cerai saja.

Sayapun tidak merasa bahwa saya benar 100%, mungkin ada kekurangan saya di mata suami yang tidak saya sadari. Tolonglah sejukkan hati saya, Bu.

Wassalamu’alaikum,

Assalammu’alaikum wr. wb.

Ibu RN yang penyabar,

Rumit juga, ya Bu, keadaannya. Mulai dari pertengkaran antar orang tua, sikap suami yang memusuhi mertuanya, sampai ke masalah penghasilan ibu yang lebih besar dalam keluarga. Nampaknya keluarga ibu ini memang rentan terhadap konflik, jika tidak berhati-hati dalam bersikap maka dapat menggoncangkan kehidupan rumah tangga, seperti yang terjadi saat ini.

Dalam hal ini yang dibutuhkan memang kebesaran jiwa ibu untuk tetap dapat menyikapi semua ini dengan bijak dan kepala dingin. Sebelumnya ibu telah berhasil melakukanya, yaitu dengan tetap menjaga hubungan baik dengan mertua, meskipun mungkin ada sikap mertua yang menyakitkan bagi ibu di saat mereka bertikai dengan orang tua ibu sendiri.

Berdasarkan penelitian, wanita memang memiliki daya tahan stres yang lebih tinggi dibandingkan pria dan ibu sudah membuktikan hal tersebut. Namun kemampuan ibu untuk tetap dapat berkepala dingin dalam hal ini masih diuji oleh Allah dengan sikap suami yang menurut ibu tidak adil karena memutuskan tali silaturahmi dengan mertuanya.

Ibu yang baik, mungkin masalah suami ibu juga berkaitan dengan harga diri. Penghasilan seorang isteri yang jauh lebih tinggi dari suami bisa menggoyangkan harga diri suami, hal tersebut bisa tanpa disadari ikut mempengaruhi hal-hal yang lainnya. Apalagi hubungan orang tuanya dengan keluarga ibu tidak akur, sehingga mudah sekali suami misalnya terpengaruh akan sikap keluarganya terhadap ibu dan keluarga ibu.

Jadi ketika terjadi perselisihan dengan orang tua maka mudah baginya tersulut emosi dan melakukan tindakan ekstrim dengan memutuskan tali silaturahmi dengan orang tua ibu. Keputusan tersebut bisa menjadi wujud eksistensi dirinya. Jika ibu merasa tersinggung tentu wajar saja, namun menyikapinya secara baik agar tidak mengobarkan api yng sedang berkobar nampaknya lebih bijaksana demi keutuhan rumah tangga.

Saran saya, bersikaplah memihak suami sementara sampai ia mereda emosinya. Tak perlu mengungkit masalah peranan ibu yang besar dalam keluarga, biarlah dinilai Allah sebagai amal bagi ibu. Jika memang ada konflik terpendam antara ibu dan suami mungkin agak sulit jika dibicarakan hanya berdua maka undanglah pihak ketiga untuk menjembatani pikiran ibu dengan suami. Ibu dapat mendatangi konselor pernikahan atau orang yang dipercaya untuk dapat menyelesaikan masalah ibu dengan suami secara bijak. Sabar ya bu, semoga Allah membantu jalan-Nya.

Wassalammu’alaikum wr. wb.

Rr. Anita W.