Belajar dari Gaza: Umat Islam Bersatulah !

Theodoros Pangalos, anggota parlemen Yunani mengembalikan hadiah berupa tiga botol minuman anggur yang diberikan oleh dutabesar Israel. Saat mengembalikan hadiah itu, Pangalos menulis pesan pada dutabesar Israel yang isinya:

"Dengan sangat menyesal saya mengetahui bahwa botol-botol anggur yang Anda kirimkan pada saya diproduksi di Datara Tinggi Golan. Sejak masih muda, saya dididik untuk tidak mencuri dan tidak menerima benda-benda dari pencuri. Oleh sebab itu saya tidak bisa menerima hadiah ini dan saya harus mengembalikannya pada Anda. Anda tahu, berdasarkan hukum internasional dan beberapa keputusan dari komunitas internasional, negara Anda telah menguasai secara ilegal Dataran Tinggi Golan milik negara Suriah."

Audrey Stewart adalah aktivis hak asasi manusia dari New Orleans, AS. Dia ibu dari dua anak yang masik kecil-kecil dan ia meninggalkan anak-anaknya untuk pergi ke Jalur Gaza pada saat perang berkecamuk. Audrey tinggal beberapa hari di Gaza saat Israel menjatuhkan bom-bomnya ke wilayah itu. Dalam sebuah artikel, Audrey membandingkan puteranya yang bernama Dominic dengan seorang anak lelaki Palestina berusia tiga tahun bernama Omar.

"Mengapa saya memiih untuk meninggalkan anak-anak saya dan pergi ke Gaza? Saya bertanya ratusan kali pada diri saya mengapa saya harus di sini (Gaza). Akhirnya saya di sini karena saya percaya bahwa Omar, anak lelaki Palestina berusia tiga tahun punya hak yang sama atas hidup dan mimpi-mimpinya seperti anak saya Dominic yang juga berusia tiga tahun. Lebih dari itu, sebagai seorang ibu, saya bertanggung jawab untuk tidak hanya mencintai dan bicara untuk kepentingan anak saya sendiri, tapi juga untuk para ibu lainnya."

Dua fakta diatas menunjukkan semangat kemanusiaan sejati dari dua orang non-Muslim. Sungguh memalukan jika kita melihat apa yang dilakukan para pemimpin Muslim yang saling bersalaman, berpelukan, menggelar makan malam mewah dan berfoto-foto dalam sebuah konferensi yang membahas krisis di Gaza. Kenyataan inilah yang akan kita gali sebagai latar belakang untuk membahas topik persatuan umat Islam terkait dengan agresi brutal Israel yang membantai warga Muslim di Jalur Gaza.

Krisis Gaza memberikan kita banyak pelajaran. Salah satunya yang paling penting, bahwa kita harus segera mengambil langkah untuk merevitalisasi paradigma umat, yang akan memberikan kesamaan visi bagi seluruh umat Islam di seluruh dunia, sebuah paradigma dimana umat Islam harus satu suara dalam menyuarakan kebenaran, menegakkan keadilan dan kedamaian bagi eksistensi umat Islam. Semua itu bisa tercapai jika umat Islam lebih serius dan memiliki kesetiaan yang dalam pada al-Quran dan sunnah Rasulullah Muhammad saw. Tapi sayang, yang terjadi saat ini, umat Islam di dunia secara drastis telah mengasingkan diri mereka dari tanggung jawab yang sangat penting di bidang sosial politik, yang telah diamanahkan Allah swt pada umat Islam.

Dalam Surat Ali ‘Imran ayat 103 Allah swt berfirman:

"Dan berpeganglah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatNya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk."

Sungguh menyedihkan, saat ini umat Islam tidah bersatu. Ada penguasa dan pejabat-pejabat Muslim yang bekerjasama dengan musuh-musuh Islam dan membunuh saudara-saudara mereka sendiri. Apa yang terlihat di depan mata kita sudah sangat jelas dan tidak perlu penjelasan lagi. Ini menunjukkan aspek penting betapa makin terasingnya kita dari paradigma umat.

Dalam Surat Al-Ma’idah ayat 51, Allah swt berfirman;

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin-pemimpinmu.Sebagian dari mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka, sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim."

Dalam Surat An-Nisaa’ ayat 144, Allah swt berfirman;

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengambil alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu?)"

Ayat-ayat diatas bukan berarti umat Islam tidak boleh berteman dengan orang-orang Yahudi, Kristiani dan orang-orang non-Muslim lainnya. Tapi ayat-ayat itu memerintahkan umat Islam untuk tidak memberikan dukungan pada musuh-musuh Islam, pada mereka yang memerangi saudara-saudara seiman kita. Apa yang terjadi di Timur Tengah merupakan pelajaran yang obyektif bagi umat Islam. Sekarang ini, kita melihat pemerintahan negara-negara Muslim mengadopsi bukan hanya pendekatan yang bersahabat, tapi juga mengadopsi sikap merendahkan diri sedemikian rupa pada para Zionis atau pada negara-negara yang mendukung Zionis, organisasi Zionis dan sebagainya.

Dalam surat An-Nissa’ ayat 75, Allah swat berfirman;

"Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, perempuan maupun anak-anak yang semuanya berdoa: ‘Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Makkah) yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau dan berilah kami penolong dari sisi Engkau."

Umat Islam tahu akan perintah Allah swt itu, tapi banyak Muslim yang mengabaikan kewajiban mereka untuk berjuang memerdekakan Muslim lainnya yang masih terjajah. Banyak umat Islam yang malah berkolaborasi dengan para tiran dan penindas bahkan pada saat saudara-saudara Muslim mereka dalam kondisi tanpa pertahanan dan hak asasi mereka terampas. Inilah yang kita saksikan saat Israel melakukan serangan keji ke Jalur Gaza. Sementara banyak non-Muslim di berbagai belahan negara yang menggelar aksi protes terhadap agresi tak beradab yang dilakukan Israel, ironisnya ada beberapa negara Muslim yang melarang rakyatnya untuk mengungkapkan kemarahan pada penjahat perang yang telah membantai anak-anak. Adakah yang lebih buruk dari semua ini bagi umat Islam?

Sepertinya rasa kemanusiaan sudah berada di pinggiran zaman dan umat Islam sedang menghadapi ujian. Tentu saja, umat Islam harus mempersiapkan diri untuk menghadapi tantangan zaman, tidak bisa tidak. Sudah sangat terlambat bagi umat untuk melupakan atau mengabaikan isu-isu yang telah menciptakan perpecahan dan pertikaian di kalangan umat.Tugas utama dan kewajiban yang paling penting bagi umat ini adalah untuk berpegang teguh pada "tali Allah" bersama-sama dan tidak terpecah belah lagi. Semoga Allah melimpahkan rahmat dan menuntun kita semua ke jalanNya yang lurus.

Profesor Shahul Hameed-Islamonline

Profesor Shahul Hameed adalah konsultan di Islamonline. Pernah menjadi memimpin Kerala Islamic Mission di Calicut, India. Penulis buku-buku Islam yang diterbitkan dalam bahasa Malaysia. Buku-bukunya bertema perbandingan agama, status perempuan dalam Islam, ilmu pengetahuan dan kemanusiaan.