Manakah Wadah Umat Islam yang Benar?

Assalamu ‘alaikum wr. wb.

Pak ustad manakah wadah umat Islam yang benar? Partai politik, organisasi keIslaman atautempat pengajian? Karena hidup menempati ruang dan waktu begitu juga Islam pasti ada wadahnya?

Wassalam

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Kalau masalah wadah buat umat Islam, kita sebenarnya tidak perlu khawatir. Karena ada begitu banyak wadah untuk umat Islam. Dan entah apa sebabnya, sebagai umat Islam, rasanya kita memang agak rajin membuat dan mendirikan wadah. Sehingga jumlahnya menjadi banyak sekali.

Sehingga seorang muslim terkadang ikut dalam beberapa wadah yang berbeda secara bersamaan. Karena banyaknya wadah itu hingga terjadi tumpang tindih antara satu wadah dengan wadah yang lain.

Kemustahilan Menyatukan Wadah

Dari sekian banyak wadah yang telah didirikan oleh umat Islam, ada satu hal yang menggiring pemikiran kita. Yaitu akan menjadi sulit bila ada satu pihak yang ingin menghalangi pihak lain untuk ikut suatu wadah, atau memaksa orang lain untuk hanya menjadi pendukung wadahnya.

Contoh yang paling sederhana adalah masalah partai Islam. Di negeri kita, belum pernah ada satu wadah partai yang menampung aspirasi semua lapisan umat Islam, kecuali dahulu di zaman Masyumi. Itu pun hanya dalam waktu yang singkat.

Kenyataannya, umat Islam lebih senang untuk memisahkan diri dari wadah yang satu menjadi beberapa wadah yang berpisah dan berlainan. Di masa orde baru umat Islam disatukan secara sistem dalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP), namun di dalam tubuh PPP muncul berbagai kubu yang siap pecah. Di luar partai, sebagian umat Islam malah memilih untuk golput alias tidak mendukung PPP.

Ketika Indonesia memasuki era reformasi, umat Islam masing-masing sibuk untuk membikin partai sendiri-sendiri. Lusinan partai yang mengaku partai Islam dan berebutan suara umat Islam lalu dideklarasikan.

Hal yang kira-kira mirip adalah dalam masalah jamaah. Ada Salafi, ada jamaah Tabligh, ada Tarbiyah ada Hizbuttahrir, ada bla bla bla yang lain. Salafi sendiri kemudian terpecah-pecah menjadi salafi versi ustadz fulan dan ustadz fulan. Dan lucunya, masing-masing saling menghujat salafi versi lawannya dan megklaim bahwa salafi versi dirinya sendiri yang benar. Yang lain dianggap sesat dan dimusuhi. Inna lillahi wa inna lillahi rajiun.

Tapi memang begini wajah kita, wajah umat Islam di Indonesia. Hobinya bikin wadah, kadang saling mencerca dan menjelekkan.

Kalau kita kita berpikir sedikit kritis, sebenarnya yang lebih dibutuhkan oleh umat Islam sekarang ini mungkin bukan lagi pertambahan wadah. Tetapi sesuatu yang lebih kongkrit dan nyata hasilnya, yaitu kerja dan produktifitas. Tentunya setelah dilandasi dengan pemahaman aqidah yang lurus serta fikrah yang shahih.

Adapun kalau kita sudah bicara sampai ke wadah, apalagi kalau harus memilih wadah tertentu, maka umumnya kita jarang sampai kepada kata sepakat. Apalagi mengingat jumlah wadah-wadah di dalam tubuh umat Islam sangat banyak, baik produk lama maupun produk baru.

Bahkan terkadang keberadaan wadah-wadah itu malah agak kurang produktif. Dan kalau salah pendekatakannya, wadah-wadah milik umat Islam itu malah akan saling meniadakan, saling melemahkan dan saling menjatuhkan. Itulah yang nyaris sedang terjadi di beberapa lini umat Islam.

Perbanyak Karya dan Amal bukan Wadah atau Lembaga
Karena itu kami lebih sering menganjurkan kepada umat Islam untuk lebih berkonsentrasi kepada amal-amal nyata. Bukan kepada membuat wadah atau membesar-besarkannya. Setidaknya, harus ada perimbangan antara mereka yang mengurus wadah dengan mereka yang bekerja secara produktif menciptakan terobosan-terobosan yang dibutuhkan umat.

Contoh sederhana sebagai ilustrasi, dari pada kita ribut-ribut tentang siapa yang harus jadi pemimpin, atau mau pilih ustadz yang mana sebagai ikutan, mungkin akan tidak ada salahnya baik bila tidak lupa untuk berkonsentrasi kepada kerja produktif yang akan jadi persembahan buat umat.

Misalnya, kenapa putera-putera terbaik umat Islam tidak dirangsang untuk melakukan riset teknologi yang implementatif buat bangsa? Bagaimana membuat bahan bakar alternatif, bagaimana membuat listrik alternatif, bagaimana memproses sampah menggunung jadi sesuatu yang bermanfaat? Bagaimana membuat koneksi internet murah atau gratis?

Mengapa para sineas muslim kurang diberi rangsangan untuk membuat film-film layar lebar yang baik, positif, tidak kacangan, berbobot dan bernilai kemanusiaan. Setidaknya selaras dengan ajaran dan syariah Islam.

Mengapa para pengusaha muslim tidak dirangsang untuk memproduksi barang-barang yang ramah lingkungan? Murah harganya, baik kualitasnya, manusiawi dalam memberi gaji kepada karyawan, sehingga mampu bersaing dengan barang-barang produk impor.

Mengapa wadah-wadah umat Islam tidak berupaya menciptakan lapangan kerja yang akan sangat berguna bagi bangsa?

Dan ini yang paling memalukan, mengapa ormas-ormas Islam serasa kurang darah ketika bicara tentang mendirikan media cetak dan elektronik? Padahal kekuatan musuh Islam sangat punya perhatian serius di bidang media. Bahkan hari ini nyaris umat Islam tidak punya stasiun televisi Islam, koran Islam, majalah Islam, sedang situs Islam kebanyakan hidupnya senin kamis.

Kita harus akui bahwa kita ini miskin karya, miskin amal, tapi terlalu banyak wadah. Sehingga kita tenggelam dalam keributan internal dan antar wadah. Lupa bahwa kita masih punya segunung pe-er yang mendesak untuk segera diselesaikan.

Seharusnya wadah-wadah itu bisa saling bersinergi. Para tokoh dari masing-masing wadah harus sering-sering bersilaturrahim, duduk bersama dan kalau perlu berangkulan, agar dapat memberikan citra positif kepada lapisan akar rumput bahwa pada hakikatnya umat Islam ini satu. Mereka juga harus menggencarkan para pendukungnya untuk berkarya secara lebih produktif dan nyata untuk kepentingan umat. Bukan sekedar bikin acara seremonial, tetapi hasilnya tidak pernah dirasakan oleh umat.

Wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc