Bekal untuk Malam Pertama

"Wahai pemuda gagah yang bergelimang harta dan sejuta asa,
apakah engkau telah bersiap-siap menghadapi malam pertama?
Wahai orang tua yang telah bongkok punggung dan dekat ajalnya,
apakah engkau telah bersiap-siap menghadapi malam pertama?

Ia adalah malam pertama dengan dua wajah;
mungkin menjadi malam pertama bagi malam-malam surga berikutnya,
Atau menjadi malam pertama bagi malam-malam neraka selanjutnya. " (Dr. Aidh Al-Qarni)

Kembali aku tercenung menyimak baris demi baris untaian kata dari puisi Dr. Aidh Al-Qarni (semoga Allah merahmatinya) dalam buku yang berjudul Malam Pertama di Alam Kubur.

Belum lama ini, sahabat kami benar-benar telah mengalami peristiwa "Malam Pertama" tersebut; setelah beberapa waktumenempuh ikhtiar dengan berobat secara medis maupun alternatif. Kami hanya bisa berucap inna lillahi wa inna ilaihi roji’un..

Pak Marzuki adalah seorang guru yang masih muda, usia kepala tiga. Ia memiliki kepribadian dan hubungan yang baik di mata kami semua. Dari beberapa ungkapan bela sungkawa, ternyata hampir setiap orang merasa kehilangan, baik sesama teman guru, maupun anak-anak didiknya. Bahkan seorang anak kelas 1 yang baru beberapa kali bertatap muka dengannya-pun sempat berkaca-kaca mendengar berita ini.

Sehari sebelumnya, teman-teman kami menjenguknya di rumah sakit. Nampak sekali dia tengah kesakitan. Saat itu, sakaratul maut telah mulai menghampiri. Betapa nampak peristiwa yang amat berat harus dilaluinya, ketika berjuang untuk mengucapkan kata-kata Allah, Allahu Akbar… Kini ia telah menghadap kepada Pemilik Sejati. Semoga Allah SWT meridhoi dan memberi ampunan kepadanya.

Di kantor kami, peristiwa meninggalnya Pak Marzuki menjadi pelajaran yang amat berharga. Kami jadi berintrospeksi dan merenung, orang yang begitu baik seperti dia-pun, di saat ajal hampir menjelang ternyata tak begitu saja dengan mudah melafalkan kalimat-kalimat tauhid yang insya Allah menjadi kemudahan meraih ridho Allah dalam saat-saat pertemuan dengan-Nya. Lalu bagaimana dengan kita? Yang dalam dzohirnya-pun masih sering terlihat jauh dari nilai-nilai Islami.

Pantas saja, para salafussholih, begitu takut menghadapi "Malam Pertama" ini. Sebagaimana kisah wafatnya para sahabat Rasulullah, yang nota bene telah dijamin menjadi penghuni surga.

Seperti kisah menjelang wafatnya Sayyidina Umar bin Khatab RA, orang yang telah terbukti perjuangan dan pengorbanannya untuk dienullah; orang yang diserang oleh seorang kafir disaat menjadi imam dalam sebuat jamaah sholat shubuh, orang yang begitu banyak memberikan harta-nya untuk perjuangan Islam, beliau masih merasa takut menghadap Tuhannya karena merasa belum cukup bekal untuk dipersembahkan kepada Rabb-nya.

Lagi-lagi, peristiwa-peristiwa kematian yang masih bisa disaksikan oleh kita yang masih hidup, memang perlu ditadaburi dengan sepenuh hati. Kita sedang berjalan menuju gerbang kematian. Entah giliran yang ke berapa? Yang jelas itu adalah sebuah keniscayaan.

Seberapa banyak bekal yang telah kita kumpulkan untuk menghadapi "malam pertama" di alam kubur.

//itsar. Blogspot. Com