Kerinduan Menyambut Datangnya Ramadhan

Siang hari ini, sang surya tidak menampakkan senyum cerianya. Gumpalan awan-awan kelabu menaungi daerah tempat tinggal kami. Kelihatan dari jendela kamar, samar-samar butiran air mulai tumpah ke bumi.

Ini untuk keempat kalinya, saya menyambut bulan penuh barokah Ramadhan jauh dari Ibu, maklumlah tugas belajar suami belum juga usai di negeri Beruang ini. Ada rasa rindu yang saya rasakan menjelang hari-hari datangnya Ramadhan. Banyak kenangan dari beliau yang saya rindukan.

Sejak menikah dengan Ayah, Ibu selalu mengikuti ke mana pun Ayah bertugas, dan beliau pun selalu aktif di berbagai kegiatan. Beliau memang berasal dari pulau seberang, akan tetapi Ibu sudah seperti orang yang lama tinggal di Jawa. Karena jauh dari keluarga, maka beliau dekat dengan keluarga besar Ayah.

Setiap menyambut datangnya bulan Ramadhan, sejak kecil kami sudah dibiasakan untuk melakukan rutinitas membersihkan rumah, mengumpulkan barang-barang yang masih layak digunakan tapi sudah tidak diperlukan lagi bagi kami, seperti baju, sepatu, tas, dan peralatan rumah tangga, untuk diberikan kepada saudara-saudara kami yang kurang mampu di desa. Mencuci semua perlengkapan sholat kami masing-masing. Selain itu, Ibu juga senang membuat kue-kue kering untuk dibagi-bagikan kepada anak-anaknya, saudara-saudara, dan tetangga, “ Untuk bekal buka puasa, “ pesan Ibu di suatu waktu.

Dan secara rutin, tiap satu bulan sekali, beliau pergi mengunjungi daerah tempat kelahiran Ayah. Setelah saya dewasa, pernah saya mengutarakan keberatan kepada Ibu, “ Sudah istirahat saja, kan di sana ada keponakan yang ngurusin biar tidak capai.“ Tapi, dengan tenang Ibu menjawab, “ Sekalian nyekar Embah Putri dan Kakung.“ Dan akhirnya, kita mulai dari anak, menantu, dan cucu pada ikut semua ke sana. Saya kira cuma sebentar kemudian langsung pulang, tapi tidak dengan Ibu, dengan tenang beliau membungkukkan badannya kemudian mencabutin rumput-rumput dan membersihkan ilalang yang tumbuh liar di sekitar makam Embah. Subhanaallah…..

Setelah itu, masih dilanjutkan mengunjungi satu-satu rumah saudara-saudara kami di sana.Masih untung jika berdekatan, ternyata meskipun satu daerah tapi dengan kondisi letak geografis perbukitan kita harus melewati jalanan naik turun bukit kapur yang berbatu.

Hubungan kekeluargaan dan persaudaraan kami tidak akan terputus begitu saja dan kita pun dapat mengenal sanak saudara, sekalian meminta maaf jika ada kekhilafan, sehingga kita melakukan ibadah puasa nanti bisa lebih tenang dan bersih.