Tawakal Memang Indah

Siang itu seperti biasa. Sehabis sholat Dzuhur di kantor, saya pulang ke kos untuk makan siang. Kebetulan jarak kantor dan kos sangat dekat, sekitar 5 menit dengan jalan kaki. Jarak yang dekat ini membuat saya lebih suka catering dengan ibu kos untuk makan siang dibandingkan membeli di kantin kantor.

Sambil menikmati menu makan siang yang sangat lezat, ibu kos saya mulai bercerita tentang keluarganya dan tentang kegiatannya hari ini. Cerita yang ringan.

“Fet, ibu pengen cerita,” kata ibu dengan wajah sendu, seakan ada beban berat yang sedang ditanggung oleh perempuan paruh baya itu, ibu kos saya. Saya mengunyah lambat menu makan siang saya.

“Ada apa, Bu?” jawab saya sambil menatap wajah tua itu.

“Ah, gak jadi Fet. Ibu malu,” hanya kata-kata itu yang keluar dari mulut beliau setelah cukup lama terdiam.

Saya terdiam mendengar perkataan terakhir beliau. Mungkin, beliau belum mempercayai saya untuk bercerita tentang masalah yang sedang dihadapinya. Dan sayapun melanjutkan makan siang saya. Ada sunyi di antara saya dan ibu kos saya.

“Fet, ibu lagi butuh uang,” suara itu memecah kesunyian antara saya dan ibu. Saat itu, saya sudah menyelesaikan makan siang saya.

“Pukul 2 siang nanti, ibu berjanji sama seseorang untuk membayar hutang. Biasanya kalau warung makan ibu banyak pengunjungnya, Insya Allah, ibu bisa mengumpulkan uang yang ibu perlukan itu. Tapi, dari pagi tadi warung makan ibu sepi pengunjungnya, Fet. Ibu gak tau harus minjem kemana?” lirih suara beliau terdengar.

“Memangnya ibu perlu berapa, Bu,” tanya saya.

“400 ribu.”

Saya terdiam. Saat itu, saya tidak mempunyai uang sebesar itu. Ada perasaan bersalah dalam diri saya. Selama ini, beliau sudah sangat baik pada saya. Dan saat ini, ketika beliau sedang membutuhkan bantuan, saya tidak bisa menolong beliau.

“Ibu, maaf, Fety gak punya uang sebesar itu,” hanya kata-kata itu yang mampu saya ucapkan.

Gak pa pa, Fet. Semoga nanti ibu dapat rejeki sehingga ibu bisa melunasi hutang ibu.”

Kembali kesunyian memenuhi ruang tamu ibu, tempat saya dan ibu duduk.

“Ibu, Fety pulang ke kantor dulu yah. Sudah pukul setengah dua sekarang,” pamit saya akhirnya. Saya tidak ingin perasaan bersalah semakin menghimpit diri saya.

Ya Allah, tolong lapangkan pintu rejeki ibu hari ini, hanya doa itu yang mampu saya ucapkan di tengah perjalanan ke kantor.

***

“…Barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu” (QS. Ath-Thallaaq:2-3)

***

Pulang dari kantor hari itu, sekitar pukul 4 sore, saya sempatkan mampir dulu ke rumah ibu, sebelum saya menuju ke kamar saya.

“Baru pulang, Fet,” sapa ibu.

“Iya, Bu,” jawab saya pendek

“Fet, alhamdulillah, ibu bisa melunasi hutang ibu siang tadi,” cerita beliau.

Terlihat rona kegembiraan di wajah beliau. Saya tak percaya dengan cerita ibu. Sungguh, Allah memang Maha Mengetahui keperluan seluruh ummat-Nya.

“Tadi siang, ibu lagi ngobrol dengan tetangga. Tiba-tiba, sekitar pukul dua kurang, ada dua orang perempuan lewat. Mereka sedang mencari rumah kontrakan. Ibu langsung menawarkan rumah kontrakan ibu yang di depan itu. Mereka setuju dan langsung membayar kontrakan itu untuk jangka waktu satu tahun saat itu juga. Uang itulah yang ibu gunakan untuk membayar hutang. Gak disangka-sangka yah, Fet, ternyata rejeki itu bisa datang dari mana saja. Padahal tadi ibu sudah pasrah. Ibu cuma bisa tawakal tadi siang, gak tau mau minjem ke mana” lanjut beliau bercerita dengan panjang lebar.

Saat itu, saya hanya melihat rona bahagia di wajah ibu. Beban berat yang saya lihat mengelayuti wajah ibu siang tadi seakan sirna ketika beliau bercerita sore itu.

Saya terdiam mendengar cerita ibu. Cerita tentang keajaiban pertolongan Allah SWT pada ibu. Sungguh, di dalam cerita ibu saya menemukan bukti bahwa adalah suatu kebenaran mutlak kalau Allah SWT memang Maha Rahman dan Maha Rahim pada hamba-Nya. Saya yakin sikap tawakal dan pasrah ibulah yang membuat pertolongan Allah SWT datang dengan begitu cepatnya, hanya dalam hitungan menit. Tapi Allah SWT sudah berkehandak.

Bandung, awal Juli 2006 Febty Febriani ([email protected])