Menyatukan Pandangan

Menikah adalah sebuah pekerjaan besar, penting dan mulia. Penting bagi kemanusiaan, penting bagi orang yang bersangkutan, dan masyarakatnya. Namun bagi dua insan yang akan bersatu menyatukan pandangan merupakan tugas yang harus mereka selesaikan sebelum melangkah ke pelaminan agar pernikahan mereka bermanfaat bagi diri mereka sendiri, keluarga maupun masyarakatnya. Sebuah keluarga berantakan tak dapat menjadi pelita bagi keluarga-keluarga lain disekitar mereka.

Banyak pasangan pra-nikah (baca:pacaran) yang beralasan bahwa memperpanjang hubungan sebelum menikah merupakan cara untuk saling mengenal. Namun pada kenyataannya, pacaran bertahun-tahun tidak menghalangi mereka kemudian bercerai setelah menikah beberapa tahun. Ada apa? Apa yang salah?

Pacaran jelas bukan jalan bagi para pemuda muslim untuk mencari keberkahan dari Allah SWT. Hubungan pranikah yang dibenarkan dalam Islam namanya ”ta’aruf” atau proses ”saling berkenalan”. Dalam ”ta’aruf” ini, kedua calon pasangan boleh berinteraksi, namun harus tetap dalam batas-batas aturan pergaulan Islami, termasuk tidak boleh berdua-duaan tanpa orang ketiga, tak boleh bersentuhan dan apalagi yang lebih dari itu.

Dalam berpacaran, batas-batas tersebut tak ada sehingga tidak jarang dua sejoli yang belum menikah menjadi kebablasan dalam berhubungan. Mirisnya, kebablasan itu terjadi bahkan sebelum kesatuan pandangan antara keduanya terbentuk dengan matang.

Kerugian lain dari pacaran adalah karena dilandasi berbagai aroma romantisme, suasana dialog yang lebih rasional menjadi sulit terbentuk sehingga berbagai masalah serius menjadi sulit dibicarakan tanpa dibumbui romantisme yang seringkali malah mengelabui keadaan yang sebenarnya. Bahkan demi romantisme, tidak jarang masing-masing pihak berusaha menutup-nutupi sifat-sifat aslinya.

Jadi apa yang penting dilakukan dalam proses ”ta’aruf” ini?
Nabi Muhammad SAW menyebutkan tiga alasan mengapa seorang wanita dipilih sebagai istri dan hanya satu alasan yang dianjurkan untuk diambil, yaitu kebagusan agamanya.

Meskipun arahan Nabi SAW terlihat sangat umum, namun memang itulah ”platform” yang paling penting bagi calon suami maupun istri. Dengan agama, segala perbedaan pendapat dapat antara suami istri Insya Allah dapat diselesaikan sebab Islam sudah menyediakan jawaban persoalan dengan cukup rinci, asalkan keduanya memiliki komitmen yang sama untuk menyelesaikan masalah dan memang masih berkeinginan untuk bersama.

Masalahnya adalah bagaimana mengenali kesamaan komitmen ini? Bagaimana mengangkatnya dalam pembicaraan dengan calon pasangan?

Pepatah mengatakan: ”tak kenal maka tak sayang”. Ada juga istilah ”jangan beli kucing dalam karung”. Kedua ungkapan ini benar adanya. Proses ”ta’aruf” memang dimaksudkan untuk saling mengenal satu sama lain, terutama untuk hal-hal yang penting.

Banyak pasangan calon suami istri yang mengabaikan detil-detil penting dalam berkenalan dan lebih mementingkan hal-hal yang lebih bersifat permukaan, misalnya aspek wajah, kecantikan, kegantengan, warna kulit, tinggi badan, dan lain-lain termasuk kekayaan. Padahal semua itu hanyalah ’sedalam kulit’ dalam arti sebenarnya.

Apa yang hanya sebatas sedalam kulit akan mudah berubah atau berganti, sedangkan kedalaman berpikir dan keimanan akan melandasi semua yang dipikirkan dan dilakukan oleh seseorang sepanjang hayatnya.

Jika kita harus berinteraksi dengan seseorang untuk jangka waktu yang lama, jika kita akan melalui masa senang dan sulit bersama-sama, maka kecantikan atau kegantengan tak terlalu penting, sifat dan sikapnyalah yang akan membuat kita betah atau tidak.


Berikut ini ada beberapa poin yang perlu anda perhatikan:

Pertama, kenalilah calon pasangan anda. Apakah ia seorang yang memiliki komitmen terhadap agamanya? Apakah ia konsisten menjalankannya? Apakah ia selalu memperdalam pengetahuan agamanya? Apakah ia siap berubah sesuai arahan NabiNya SAW?

Kedua, amati bagaimana caranya mengatasi masalah hidup. Apakah ia mencari arahan dari Al Qur’an atau Sunnah Nabi SAW? Apakah ia cukup sabar dan tidak mengeluh dan menyalahkan nasib?

Ketiga, kenali bagaimana calon anda dalam menghadapi saat-saat senang atau gembira? Apakah ia mudah bersyukur? Apakah dalam bergembira ia tidak berlebihan?

Keempat, bagaimana caranya berinteraksi dengan anda dan orang lain? Apakah mudah berkomunikasi atau sulit? Apakah sering mengumbar janji muluk dan kata pujian? Dalam berbicara apakah siap bermusyawarah atau lebih suka menang sendiri? Apakah ia mudah menghargai orang lain?

Kelima tentang sikap dan pandangannya tentang diri sendiri? Apakah ia terlalu percaya diri? Ataukah percaya diri secara proporsional dan berdasar? Apakah ia minder dan mudah putus asa?

Keenam, tentang sikap terhadap ilmu, apakah berwawasan luas dan mau belajar ataukah lebih suka membatasi minat dan perhatiannya terhadap hal-hal yang sempit?

Ketujuh, bagaimana sikapnya terhadap atasan dan bawahan dirinya? Apakah ia terlalu takut pada atasan? Apakah ia sewenang-wenang terhadap bawahan?

Kedelapan, kenalilah selera-seleranya, apakah ada yang sangat bertentangan dengan anda sendir? Apakah tidak bisa saling memahami perbedaan selera ini?

Kesembilan, kenali keluarganya. Apakah ada hal-hal yang perlu menjadi catatan seperti apakah calon mertua sangat dominan terhadap anaknya ataukah biasa-biasa saja?

Mungkin masih banyak contoh-contoh pertanyaan dan pengamatan yang dapat diujikan kepada calon pasangan. Cari tahulah dengan berbagai cara, baik bertanya langsung, bertanya ke pada orang-orang dekatnya atau mengamati.

Sesudah mengumpulkan berbagai bahan ini, kemudian diskusikanlah dengannya beberapa hal berikut:

1. Bagaimana atau dari mana akan mengambil sumber hukum dalam kebijakan rumahtangga? Darimana sumber hukumnya dan bagaimana proses penetapan keputusannya?

2. Bagaimana cara menghadapi perbedaan pendapat dan ke mana mencari penengah?

Diskusikan juga berbagai hal kecil namun mungkin penting, misal akan tinggal di mana kelak? Dari mana sumber penghasilan keluarga? Apakah ada diantara anda berdua yang masih ingin melanjutkan sekolah? Apakah istri kelak akan bekerja? Bagaimana mengasuh anak? Dan masih banyak lagi, namun pilihlah yang bagi anda lebih penting.

Jika ha-hal ini sudah dibicarakan dan ternyata tak ada masalah atau perbedaan pendapat yang terlalu tajam antara anda berdua, barulah dapat dikatakan Insya Allah anda berdua cocok. Wallahua’lam (SAN 02112008)