Perlukah Pengiriman TKW Distop?

Apa yang dialami Sumiyati, tenaga kerja wanita (TKW) asal Dompu, NTB, di Arab Saudi, bukanlah yang pertamakali. Kasus penyiksaan oleh majikan di Arab Saudi yang dilakukan terhadap para TKW asal Indonesia sudah berlangsung sangat lama. Sudah banyak Sumiyati-Sumiyati lain, yang mengalami penyiksaan, bahkan ada pula yang gila, dan ada yang sampai meninggal. Puluhan ribu TKW Indonesia bekerja di Timur Tengah dan negara-negara Teluk.

Ratusan orang TKW berada di kedutaan-kedutaan Indonesia di berbagai negara Timur Tengah, diantara mereka meminta perlindungan, dan banyak yang tidak dapat kembali ke tanah air, karena tidak memiliki apa-apa. Semuanya menjadi persoalan yang sangat menyedihkan. Tidak ada sedikit pula diantara mereka yang beralih profesi menjadi penjaja ‘sex’, yang kemudian di mata orang-orang Arab, wanita Indonesia mendapatkan julukan ‘khomsim real’ alias ‘lima puluh real’. Sungguh sangat memalukan. Nasib para TKW itu, di sejumlah negara Arab, tak lebih diibaratkan seperti ‘budak’ di zaman dahulu.

Meskipun, banyak yang bernasif baik, dan dapat membantu keluarga mereka di kampung halaman. Tetapi, dampak dari kehidupan menjadi seorang ‘TKW’ itu sangat luar biasa, dibandingkan dengan materi yang mereka dapatkan. Mereka harus meninggalkan keluarga, sanak-famili, suami, dan anak-anak. Inilah yang mengakibatkan persoalan moral yang sangat luar biasa. Baik kepada yang bersangkutan (TKW) itu, dan keluarga yang ditinggalkannya.

TKW Indonesia sudah menyebar ke seantero wilayah, bukan hanya di TimurTengah, negara –negara Teluk, tetapi juga di Singapura, Malaysia, Hongkong , bahkan ada di beberapa negara Eropa. Semuanya itu, tak terlepas dari sebuah ‘bisnis’ yang dilakukan para pengerah tenaga kerja, yang sama sekali tidak adanya perlindungan yang memadahi, termasuk dalam proses advokasi dibidang hukum. Seperti yang dialami Sumiyati sekarang.

Menanggapi perisitwa yang sangat menghiba ini, sejumlah organisasi wanita Islam meminta kepada pemerintah untuk menghentkan pengiriman TKW ke luar negeri.
Ketua PP Aisyiyah, Siti Noordjanah Djohantini, meminta agar pemerintah membangun setara dengan negara-negara penerima TKW. “Hubungan yang setara ini sangat penting agar masalah penyiksaan TKW asal Indonesia tak erus berulang”, ujar Noordjanah.

Selanjutnya, PP Aisyiyah meminta agar pemerintah menghentikan pengiriman TKW ke luar negeri. “Pemerintah harus memperbaiki seluruh sistem ketenagakerajaan, terutama yang terkait dengan rekrutmen TKW, yang harus mendapat pelatihan, pengiriman, serta pemantauan, hingga ke negara tujuan”, tambahnya.

Ketua PP Wanita Syarikat Islam, DR.Valina Singka Subekti, mendesak pemerintah RI sgera menyetop pengiriman TKW ke luar negeri, baik ke Arab Saudi maupun ke negara-negara tujuan lainnya. Menurut Valina, terlalu banyak perempuan Indonesia yang menjadi korban penyiksaan, bahkan hingga meninggal di luar negeri.

“Sudah ratusan, bahkan ribuan TKW asal Indonesia yang menjadi korban penyiksaan oleh majikan, sampai ada yang meninggal. Karena itu, kami mendesak pemerintah untuk segera menyetop pengiriman TKW ke luar negeri”, tandasnya.

Valina Singka menegaskan, seharusnya TKW yang dikirim ke luar negeri memiliki keterampilan dan bekerja bukan menjadi pembantu rumah tangga. “Pengiriman TKW ke luar negeri yang kemudian menjadi pembantu rumah tangga sangat merendahkan martabat bangsa”, tambahnya.

Maria Ulfa, manta Ketua Fatayat NU, meminta pemerintah harus tegas dan menunjukkan kewibawaannya terhadap negara-negara penerima TKW. “Jangan hanya membutuhkan devisa, lalu tidak memperhatikan kesalamatan TKW”, ucap Maria. Ketua Umum Persistri (Persatuan Islam Isteri), Titin Suprihatin, juga mendesak agar pemerintah menghetikan pengiriman TKW. “Dalam Islam yang wajib mencari nafkah adalah suami, bukan isteri”, ujarnya.

Tragedi yang dialami para TKW di luar negeri sangat luar biasa. Banyak diantara mereka yang tidak dapat perhatian semestinya.

Di dalam Islam sebenarnya, sudah sangat jelas, kewajiban mencari nafkah, laki-laki, bukan perempuan. Bahkan, ketika perempuan muslimah keluar rumah pun, harus didampingi oleh muhrimnya. Bagaimana mereka para perempuan yang pergi ke luar negeri, dan tanpa didampingi muhrimnya.

+++

Dengan ini rubrik dialog sebelumnya kamia tutup. Kami menyampaikan terima kasih atas perhatian para pembaca atas partisipasinya dalam rubrik ini.