Perempuan Tidak Sama Dengan Laki-Laki

suamiisteriKeadilan (العدل) adalah salah satu standar dalam Islam untuk mengatur keharmonisan setiap sudut interaksi (hubungan) antara manusia dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala, hubungan manusia dengan sesama manusia maupun hubungan manusia dengan makhluk lainnya. Ini adalah cerminan dari sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang maha adil (العادل) sehingga segala sesuatu itu diciptakan mempunyai ukuran masing-masing.

إِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَاهُ بِقَدَرٍ
القمر:49

Sesuatu dikatakan adil jika sesuatu itu diletakkan pada tempatnya. Salah satu contoh keadilan Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah menjadikan siang sebagai waktu bekerja dan malam sebagai waktu beristirahat. Kebijaksanaan Allah ini sangat tepat karena memang siang adalah waktu dimana manusia dalam keadaan segar dan bugar sementara malam adalah waktu dimana manusia dalam kelelahan.

Jika malam hari digunakan untuk bekerja dan siang hari untuk beristirahat pasti ketidakseimbangan akan terjadi, akan muncul berbagai penyakit, stress dan efek lainnya. Lihatlah orang-orang yang bekerja di malam hari dan beristirahat di siang hari seperti buruh-buruh pabrik, para pekerja pasar dan supir-supir bus malam lebih banyak terserang penyakit dan lebih cepat
mengalami penuaan dan kematian.

Begitu pula bila istri yang bekerja di luar dan suami yang tinggal di rumah merupakan suatu penempatan yang tidak bijak dan tidak tepat. Seharusnya suami yang mempunyai tenaga yang lebih kuat, cerdas, segar dan bugar lebih dioptimalkan untuk bekerja di luar rumah daripada harus mempekerjakan istri yang lebih lemah dan halus.

Apa jadinya kalau suami bekerja di dalam rumah mengurus syu’uniyah aulad (anak-anak)? Pasti anak-anak pada kabur dari rumah karena watak bapak yang keras dan tegas tidak cocok untuk memberikan kenyamanan dan kelembutan kepada anak-anak. Dan sekarang lihat, begitu banyak perempuan bekerja di luar karena menuntut persamaan untuk disamakan dengan laki-laki, hasilnya kemaksiatan dan kerusakan semakin merajalela, aborsi semakin menjamur dan anak-anak banyak yang stress karena tidak diperhatikan oleh para ibu.

Itulah akibat melawan kodrat. Allah Subhanahu wa Ta’ala sudah menggariskan “و
ليس الذكركالأنثى” (dan laki-laki tidak seperti perempuan) tapi berani-beraninya manusia mengatakan “الذكر كالأنثى” (laki-laki seperti perempuan).

Sebenarnya yang dibutuhkan bukanlah penyetaraan gender (المساوة) karena antara laki-laki dan perempuan memang sudah sama dalam banyak hal (seperti dalam hal pahala dan hak serta kewajiban beribadah & Muammalat) dan tidak sama dalam banyak hal (fisik, kecerdasan, kekuatan, emosional dan keahlian kerja), tinggal sudah sejauh mana kita meletakkan persamaan itu pada tempatnya dan ketidaksamaan itu pada tempatnya. Maka yang dibutuhkan adalah bukan usaha-usaha persamaan gender, tetapi keadilan gender. Adil (العدل) yang penulis maksud adalah “إعطاء كل
واحد ما يستحقه”(memposisikan setiap orang pada tempatnya).

Agama Islam adalah agama yang memperjuangkan keadilan dan bukan persamaan karena
memang semuanya tidak bisa disamakan seratus persen. Karena itulah banyak sekali
ayat-ayat yang datang dalam Alquran menafikan persamaan. Sebagai contoh:

ا قل هل يستوي الذين يعملون والذين لا يعملون

“Katakanlah apakah sama antara orang-orang yang beramal dengan orang-orang yang
tidak beramal?!”(Az-Zummar:9)

هل يستوي الأعمي والبصير أم هل يستوي الظلمات
والنور

“Apakah sama antara orang yang buta (mata hatinya) dengan orang yang melihat atau
apakah sama antara kegelapan dengan cahaya?!” (Ar-Ra’d: 16)

و ليس الذكر كالأنثي (ال عمران:36)

“Dan tidaklah laki-laki itu sama seperti perempuan”

Dan banyak sekali ayat-ayat yang datang dengan lafazh adil:

إعدلوا هو أقرب للتقوى (المائدة:8)

“Berlaku adillah, adil itu paling dekat dengan ketakwaan”

و إذا حكمتم بين الناس أن تحكموا بالعدل (النسا:85)

“Apabila kamu menghakimi di antara manusia maka putuskanlah dengan adil!”

إن الله يأمر بالعدل والإحسان (النحل:90)

“Sesungguhnya Allah menyuruh kepada keadilan (bukan persamaan/المساوة ) dan ihsan (berlaku baik)”

Saya melihat perempuan sudah banyak diperlakukan secara tidak adil, diberlakukan bukan pada tempatnya, auratnya dipajang di mana-mana, terutama oleh para seniman hiburan yang mengeksploitasi aurat perempuan menjadi barang tontonan. Eksploitasi atas aurat kaum perempuan ini hanyalah satu di antara puluhan hak kaum perempuan yang belum diperlakukan secara adil.

Ironisnya lagi, justru para seniman itu sendiri (yang kebanyakannya adalah para aktivis gender) yang menuntut-nuntut keadilan yang mereka artikan dengan persamaan untuk perempuan. Entah persamaan mana yang mereka tuntut?! Ngga’ jelas…

Muhammad Haris F. Lubis
Pelajar Universitas Al-Azhar Kairo Fakultas Syariah wal Qanun
e-mail: [email protected]