Nishful Kalimah untuk Palestina

Saudi Arabia Dijajah Yahudi

Bagaimana keadaan kaum Muslim di dunia apabila suatu saat, Saudi Arabia dicaplok oleh orang-orang Yahudi atau Nashrani? Dan Ka’bah, kiblat mereka di sana diserang dan atau digali bawahnya untuk kemudian dihancurkan?

Jawabannya, tentu saja kaum Muslimin akan marah dan segera menumpahkan kemarahannya kepada Yahudi dan Nashrani. Selanjutnya kaum Muslim akan secara bersama-sama bergerak dan berjuang mengusir penjajah Yahudi dan Nashrani itu dari tanah kaum Muslim, Saudi Arabia.
Bahkan boleh jadi Raja Saudi akan bertindak sebagai Amirul Jihad untuk mengomando gerak jihad yang akan dilakukan kaum Muslim dari seluruh dunia.

Saya kira tidak cukup alasan untuk berunding terlebih dahulu dengan Liga Arab atau PBB untuk membicarakan langkah apa yang harus dilakukan terhadap agresor itu. Bahkan andai saja PBB menawarkan ‘budi baik’ untuk membantu menyelesaikan masalah tersebut, kaum Muslim akan mentah-mentah menolaknya. Kenapa? Karena ini adalah masalah kaum Muslim, ini adalah masalah agama, maka ‘apa urusannnya dengan PBB?

Raja Saudi Arabia kemungkinan adalah orang pertama dan yang paling lantang meneriakkan ‘JIHAD’ bagi kaum Muslimin untuk membebaskan Ka’bah. Teriakan itu akan diamini oleh para pemimpin Arab lainnya seraya kemudian mereka memerintahkan kepada para komandan pasukan masing-masing untuk segera memberangkatkan pasukan elit-nya ke Saudi dan mengusir penjajah Yahudi dan Nashrani di sana, serta membebaskan kembali Ka’bah sebagai simbol persatuan kaum Muslim.

Mengapa mereka berbuat demikian? Karena agama memerintahkan seperti itu.
Hukum berjihad bagi kaum Muslim, jika negeri mereka diserang oleh musuh, seperti Palestina, Irak dan Afganistan adalah fardhu ‘ain. Meski dalam rinciannya ada perbedaan di kalangan fuqaha’. Al-Qurthubi, dari mazhab Maliki, misalnya, menyatakan bahwa fardhu tersebut berlaku bagi setiap Muslimin, baik pria maupun wanita dan tua maupun muda, sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Sedangkan Ibn Qudamah, dari mazhab Hanbali, menyatakan kewajiban tersebut berlaku untuk ahl al-qital, yaitu orang yang mempunyai kemampuan berperang. Dasarnya adalah firman Allah SWT:
“Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu Mengetahui.” (Q.s. at-Taubah [09]: 41)

Firman Allah yang menyatakan: infiru khifafan wa tsiqalan (Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat), juga kecaman Allah kepada mereka yang ingin meninggalkan medan perang saat Perang Khandak, ketika kaum Muslimin di Madinah dikepung musuh dari segala penjuru, menunjukkan bahwa hukum berperang bagi mereka ketika negeri mereka diserang adalah fardhu ‘ain.

Itulah sikap yang harus dimiliki kaum Muslim dan amal yang harus dilakukan ketika Saudi Arabia dijajah dan Ka’bah Baitullah terancam.

Demikian pulalah sikap yang harus dimiliki dan amal yang harus dikerjakan kaum Muslimin untuk Palestina, sekarang.

Makna Palestina bagi Kaum Muslim

Ketika kita membaca Surat Bani Israil ayat pertama (tentang Isra’, dari masjid al Haram ke masjid al-Aqsha), kita akan segera dapat memahami betapa mulianya kedua masjid tersebut. Bahkan apabila kita menambahnya dengan hadits Nabi SAW. tentang fadhilah ziyarah ke tiga masjid (masjidil Haram, masjid Nabawi dan masjid Al-Aqsha), maka pemahaman kita makin mantap atas kemuliaan yang dimiliki Palestina dengan al-Aqshanya.

Bagi kaum Muslim, al-Aqsha tidak dapat dipisahkan dari Islam. Ia adalah kiblat pertama kaum Muslim (sebelum ke Ka’bah); ia adalah route terakhir Isra’ sekaligus awal start dari mi’raj ke langit ke tujuh; di sana Nabi SAW mengimami shalat berjamaah bersama para Nabi; ia adalah salah satu masjid yang dianjurkan Nabi SAW untuk dikunjungi setelah masjidil Haram dan masjid Nabawi; sekeliling al-Aqsha adalah tanah yang diberkahi oleh Allah SWT dengan banyaknya diturunkan di sana para Nabi dan Rasul.

Solusi Atas Palestina

Kemuliaan al-Aqsha itu kini ternodai oleh kaum Yahudi laknatullah. Sejak berdirinya Negara Israel di tanah Palestina, bertubi-tubi masalah menimpa kaum Muslim di sana. Paling tidak, 25 kali Israel telah melakukan pembantaian kepada kaum Muslim sejak tahun 1947. Berpuluh kali (lebih kurang 65 resolusi PBB) untuk menghentikan kebiadaban Israel, tak satupun yang diindahkan dan dilaksanakan. Telah ribuan kaum Muslim tewas di tangan Yahudi dan puluhan ribu lainnya cedera.

Setelah pada awal tahun 2009 Israel membombardir Gaza dengan korban ribuan, kini Israel membuat ulah kembali dengan membunuhi kaum Muslim di masjid mulia al-Aqsha. Bahkan penggalian demi penggalian di bawah al-Aqsha terus dilaksanakan sampai masjid suci kaum Muslim itu ‘suatu saat’ nanti amblas rata dengan tanah.

Wahai kaum Muslim, itulah kondisi terakhir Al-Aqsha, al-Quds atau Palestina secara umum dan kaum Kaum Muslim di sana. Sebuah kondisi yang jauh dari gambaran mulia sebagaimana yang dituturkan oleh al-Qur’an dan Hadits-hadits Rasulullah SAW. Jauh dari kondisi sebagaimana masa Umar bin Khattab dan atau Salahuddin Al-Ayyubi ketika membebaskannya dari Nashrani. Kita tentu bersedih dan perihatin dengan keadaan ini.

Sudah banyak upaya yang dilakukan untuk menghentikan kebrutalan Israel di Palestina, baik oleh perorangan, lembaga nasional Palestina, lembaga regional seperti Liga Arab, OKI dan sebagainya bahkan oleh lembaga internasional PBB. Akan tetapi semua upaya itu kandas; berhenti di tengah jalan dan gagal. Rakyat Palestina sejak dimulainya penderitaan, tak sedikit pun merasakan ada upaya penyelesaian atas masalah mereka.

Pertanyaannya, kenapa langkah-langkah yang telah dilakukan ini kandas dan gagal? Karena langkah-langkah yang dilakukan bukan merupakan solusi yang sebenarnya. Langkah Perdamaian misalnya, ia bukanlah solusi bagi Palestina. Berkali-kali perdamaian dilakukan dengan melibatkan berbagai lembaga, hanya berujung pada pembantaian kembali dan pembantaian berikutnya. Demikian juga dengan upaya mempertegas perbatasan, ia hanya bermuara pada bertambah luasnya wilayah Israel di Palestina.

Sesungguhnya, masalah Palestina bukanlah masalah perbatasan atau masalah tidak adanya perdamaian di sana. Masalah utamanya adalah masalah penjajahan Israel atas tanah Palestina, alias pencaplokan tanah Palestina oleh Israel yang dibantu sepenuhnya oleh PBB dan Amerika Serikat. (Dari sini sangat jelas, bahwasanya PBB dan Amerika Serikat tidak mungkin memberikan solusi yang sebenarnya atas Palestina, karena merekalah yang menancapkan negara Israel di Palestina. Di sini pun menjadi jelas bahwa apabila ada tokoh Muslim atau pemimpin Muslim masih mengharap penyelesaian Palestina lewat lembaga PBB dan atau Amerika, maka itu artinya mereka tidak bersungguh-sungguh ingin menyelesaikan masalah Palestina).

Lalu apa Solusi total bagi masalah Palestina? Sebelumnya kita harus paham terlebih dahulu masalah yang ada dan langkah solutif apa yang harus dijalani. Masalah yang ada adalah penjajahan atau perebutan tanah Palestina yang notabene milik seluruh kaum Muslimin. Solusinya adalah kaum Muslim harus mengusir Israel tersebut dari tanah Palestina. Metoda melakukan pengusiran tersebut adalah dengan JIHAD fi Sabilillah.

Inilah solusi yang diberikan oleh Islam untuk mengatasi masalah Palestina, bukan yang lainnya. Solusi ini jelas dan tegas, terang tidak tersamar. Makanya kita menyebutnya dengan nishful kalimah (setengah kata saja; gambaran dari jelas dan terangya masalah ini sehingga tidak perlu satu kata penuh untuk mengungkapkannya alias cukup setengah kata).

Dan sebagai umat Islam, kita wajib menjadikan solusi yang diberikan oleh syara’, dan mengabaikan solusi-solusi yang ditawarkan oleh selain hukum syara’, tidak dari Amerika, tidak dari PBB, bahkan juga tidak dari kaum Muslim kalau berselisih dengan ketentuan hukum syara’.
Allah SWT. berfirman: dalam Al-Anfal 15-16:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِذَا لَقِيتُمُ الَّذِينَ كَفَرُواْ زَحْفاً فَلاَ تُوَلُّوهُمُ الأَدْبَارَ ﴿١٥﴾
وَمَن يُوَلِّهِمْ يَوْمَئِذٍ دُبُرَهُ إِلاَّ مُتَحَرِّفاً لِّقِتَالٍ أَوْ مُتَحَيِّزاً إِلَى فِئَةٍ فَقَدْ بَاء بِغَضَبٍ مِّنَ اللّهِ وَمَأْوَاهُ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ ﴿١٦﴾

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu dengan orang-orang yang kafir yang sedang menyerangmu, Maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur). Barangsiapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk (sisat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain, Maka Sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah, dan tempatnya ialah neraka jahannam. dan amat buruklah tempat kembalinya.”

Jika kaum Muslimin di Palestina, Irak dan Afganistan tidak mampu menghadapi serangan musuh, maka bagi kaum Muslimin yang berdekatan wilayahnya dengan mereka wajib menolong. Karena itu, hukum berperang bagi kaum Muslimin yang berdekatan dengan mereka adalah juga wajib. Allah berfirman:

وَإِنِ اسْتَنصَرُوكُمْ فِي الدِّينِ فَعَلَيْكُمُ النَّصْرُ

“(Akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan.” (Q.s. al-Anfal [08]: 72)

Kaum Muslim terkena kewajiban Jihad mengusir Israel dari Palestina, juga mengusir tentara Amerika dari Irak, Afghanistan dan negeri-negeri Muslim lain yang terjajah. Para pemimpin kaum Muslim berkewajiban menyelesaikan masalah ini dengan mengirimkan tentara-tentara mereka ke medan Jihad.

Akan tetapi, fakta yang nampak, tidak satupun pemimpin Muslim walau negeri Muslim yang paling dekat dengan medan jihad, menyuarakan hal tersebut. Maka sesungguhnya juga menjadi sangat jelas, bahwa mereka (para pemimpin itu) telah berkhianat kepada Allah, Rasulullah dan kepada kaum Muslim.

Ini bertolak belakang dengan sikap Khalifah Abdul Hamid II yang dengan tegas menolak Hertzel (bapak Zionis) meminta sedikit tanah Palestina untuk Yahudi. Sesungguhnya hanya Khalifahlah (pemimpin umum kaum Muslim seluruh dunia) yang mampu mengkomando jihad fi sabilillah, maka seriuslah berjuang mengusahakan tegaknya kembali Khilafah, di mana Khalifah akan membebaskan Palestina dengan segera.

Jihad, sebagai solusi dari syara’ untuk menyelesaikan Palestina dan negeri-negeri Muslim lainnya tidak akan sempurna kecuali dengan tegaknya Khilafah Rasyidah. Maka, siapapun yang serius dan sungguh-sungguh peduli dengan nasib kaum muslim di palestina dan lainnya, haruslah juga secara serius dan sungguh-sungguh berjuang menegakkan Daulah Khilafah. Insya Allah.

(Saefuddin Zuhri, 081510642452)