Memakai 'Sikep' Bolehkah Menurut Islam?

Assalamualaikum Wr. Wb.

Ustadz, saya mau tanya bagaimanakah hukumnya orang yang memakai ‘sikep’ atau pelindung dari orang pintar? ‘Sikep’ ini digunakan untuk menghindari ketemu sama orang yang ditakuti untuk bertemu. Karena jika bertemu akan menyebabkan hal-hal yang berbahaya yaitu dikhawatirkan akan mengganggu kehidupannnya.
Dan juga digunakan sebagai pelindung diri dari pengaruh-pengaruh yang jelek? Tapi juga tidak lupa berdoa sama Allah SWT untuk minta perlindungan-NYA. Bagaimanakah ustadz? Atas kejelasan jawaban ustadz saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Wassalmualaikum Wr. Wb.

Assalamu a’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Istilah boleh berbeda, tetapi hakikatnya sama saja. Apa yang anda sebut sebagai ‘sikep’ itu sebenarnya tidak lain adalah penangkal. Hakikatnya tidak lain bahwa seseorang bertumpu pada sebab-sebab tidak jelas yang tidak disyari’atkan Allah SWT, dengan tujuan untuk menolak bala’ atau membentengi diri darinya.

Bentuknya bisa dengan memakai ‘gelang’ atau ‘kalung’, ataupun berbentuk benang (penangkal) yang diikatkan pada lengan. Atau juga benda-benda lain.

Dan Imran bin Hushain, bahwasanya Rasulullah saw melihat pada tangan seseorang sebuah gelang, — saya kira ia berkata: dan tembaga, lalu beliau bersabda: “Celaka kamu, apa ini? “Ia menjawab: “Untuk menjaga diri dan penyakit wahinah." Beliau bersabda: “Ingatlah, benda ini tidak menambah untukmu selain kelemahan. Buang jauh benda itu darimu, sesungguhnya jika kamu mati dan benda itu masih ada padamu, kamu tidak akan beruntung selamanya." (HR Ahmad dan Ibnu Majah)

Wahinah nama penyakit yang membuat lengan menjadi lemah.

Rasulullah saw bersikap keras dalam rnengingkari hal ini demi memberikan peringatan dan berbagai bentuk kemusyrikan, dan mengajarkan kepada para sahabat agar menutup pintu ini secara global ataupun rinci.

Karena itu, saat Hudzaifah bin al-Yaman menjenguk seorang yang sakit lalu melihat di tangannya ada gelang atau benang untuk mengusir demam, beliau langsung memutusnya, lalu membaca firman Allah:

Dan sebagian besar dan mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah. (QS. Yusuf: 106)

Termasuk dalam bab ini adalah mengalungkan tamimah (jimat), misalnya untaian batu atau semacamnya yang oleh orang Arab terdahulu dikalungkan pada leher, khususnya pada anak-anak. Dengan menggantungkan benda ini, diduga bisa mengusir jin atau menjadi benteng dan ‘ain dan semacamnya.

‘Ain adalah pengaruh jahat yang disebabkan oleh rasa dengki seseorang melalui matanya. Setelah Islam datang tradisi ini dibatalkan. Dan Islam mengajarkan kepada mereka bahwa tidak ada yang bisa menolak dan menghalangi selam Allah.

Rasulullah saw bersabda:

Dan ‘Uqbah bin ‘Amir, ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa menggantungkan tamimah (jimat), semoga Allah tidak mengabulkan keinginannya, dan barangsiapa menggantungkan wada ‘ah, semoga Allah tidak memberi ketenangan pada dirinya." (HR Ahmad)

Wada’ah adalah benda yang diambil dan laut, menyerupai rumah kerang. Menurut anggapan orang-orang jahiliyyah, dapat digunakan sebagai penangkal penyakit.

Dalam riwayat lain disebutkan, “Barangsiapa menggantungkan tamimah, ia telah syinik." (HR Ahmad)

Maksud “menggantungkan tamimah” adalah mengalungkannya, di mana hatiya menjadi bergantung kepadanya dalam menggapai kebaikan atau menolak keburukan.

Perbuatan ini terus terang termasuk perbuatan syirik yang dilarang untuk dikerjakan, karena berisi permohonan penolakan bahaya dan selain Allah. Allah berfirman:

Jika Allah menimpakan suatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dia Maha Kuasa atas tiap- tiap sesuatu. (QS AI-’An’am: 17)

Termasuk pengertian tamimah adalah: jami’ah (aji-ajian terbuat dan tulisan), khorz (jimat penangkal terbuat dan benda-benda kecil dan laut atau semacamnya), hijab (jarum tusuk atau semacamnya yang diyakini bisa membentengi din) dan semacamnya, semua itu adalah kemungkaran besar dan menjadi kewajiban bagi setiap yang mampu untuk melenyapkapmya.

Sa’id bin Jubair berkata, “Siapa yang memutus tamimah, ia seperti memerdekakan seorang budak.”

Jimat dan Ayat Al-Qur’an

Di tengah masyarakat beredar banyak jimat berupa ayat-ayat al-Qur’an, atau tulisan nama-nama dan sifat-sifat Allah. Pertanyaannya, apakah yang seperti itu termasuk dalam kategori yang terlarang, atau termasuk yang dikecualikan dan boleh dikalungkan?

Para ulama salaf berbeda pendapat dalam hal inii, sebagian dan mereka memperbolehkan, dan sebagian yang lain melarang. Pendapat yang kami pilih adalah melarang segala bentuk tamimah, meskipun terdiri dan ayat-ayat al-Qur’an, karena adanya beberapa dalil:

Dalil yang melarang bersifat umum, dan hadits- hadits yang membicarakannya tidak memberikan pengecualian.

  1. Saddudz-Dzari‘ah, sebab dibolehkannya tamimah dan ayat al-Qur’an akan membuka jalan bagi pengalungan tamimah dan selainnya, dan pintu keburukan jika dibuka, sulit untuk ditutup lagi. Saddudz-dzari’ah (langkah prefentif) adalah salah satu dalil dalam syariat Islam, dan salah satu siasah syar’iyyah dalam rangka ‘menutup pintu-pintu yang menuju kepada sesuatu yang diharamkan.
  2. Dibolehkannya tamimah dan ayat al-Qur’an akan berdampak kepada pelecehan atau penghinaan al-Qur’an, sebab pemakainya bisa membawanya ke tempat-tempat najis atau semacamnya, seperti waktu buang hajat, haidh, junub dan sebagainya.
  3. Dibolehkannya tamimah dan ayat-ayat al-Qur’an akan berdampak kepada pengecilan dan penurunan nilai al-Qur’an dan tujuan diturunkannya, sebab Allah menurunkannya agar menjadi petunjuk manusia kepada sesuatu yang lebth lurus dan untuk mengeluarkan mereka dan berbagai macam kegelapan kepada cahaya (Islam), bukan untuk dijadikan sebagai tamimah dan kalung wanita dan anak-anak.

Wallahu a’lam bishshawab wassalamu a’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Ahmad Sarwat, Lc.