Apakah Turki Akan Kembali Sistem Khilafah?

Ungkapan Neo-Ottomanism ungkapan yang tidak populer di Turki hari ini. Kepemimpinan di Ankara sangat jelas: Mereka tidak punya niat membangun kekuasaan kekaisaran atau mendirikan seperti kekhalifahan Utsmani. Namun, jika melihat secara jeli hubungan persahabatan antara Turki dengan Suriah, Armenia, Yunani, Palestina, Irak, Libya, Balkan – khususnya dibidang perdagangan, pasti dapat melihat benang merah dan peta kekhilafah Utsmani yang lama.

Memang, tidak tegas mengarah kepada Khilafah Otsmaniyah, tetapi apa yang menjadi kebijakan luar negeri Turki dibawah Erdogan, yang lebih fokus ke negara yang dulu menjadi bagian Turki Otsmani, itu menggambarkan langkah-langkah masa depan Turki menuju super power (adi daya), yang bercorak Islam.

Perdana menteri Turki sebelumnya, yang lebih berorientasi keIslam, Nejmetin Erbakan, sudah pernah membuat suatu ‘blue print’ tentang ‘Islamic Continent", yang luas, terdiri dari negara-negara Islam, dan Erbakan sudah mengajukan model ekonomi, mata uang, dan sistem perdagangan, serta sistem pertahanan diantara negara-negara Islam. Tetapi, Erbakan diturunkan militer dari jabatannya, dan kemudian dilarang melakukan kegiatan politik.

Sekarang, di era Partai AKP, Turki telah berubah secara geografi untuk kepentingan keuntungan perusahaan. Sehingga Turki mengubah sebuah sayap kekuasaanya, seperti angsa yang bertelur emas (dalam bentuk transaksi perdagangan yang menguntungkan).

Turki memang tidak ekplisit ingin mendirikan Khilafah, tetapi para pemimpin Turki dengan sangat cerdik, terus melipatgandakan ekonomi dan perdagangannya yang sanga luas, sehingga Turki menjadi negara yang berpengaruh di kawasan itu. Inilah langkah-langkah strategis yang dijalankan Turki meluaskan pengaruh ke seluruh kawasan yang dekat dengan lingkungan strategisnya.

Mungkin cara yang sama, juga dilakukan oleh Cina, dan negeri ‘Tirai Bambu’ ini telah mencoba untuk menghidupkan kembali sistem lama Sinocentric, sebuah ‘imperium’ tanpa menimbulkan rasa ketakutan oleh tentara Cina kepada India atau Angkatan Laut Cina mengambil alih Laut Cina Selatan, bahkan saat itu – seperti Turki – juga menciptakan hubungan yang bersahabat dengan musuh lamanya yaitu Rusia.

Namun, ada versi yang populer tentang neo-Ottomanism yang dapat meningkatkan kerjasama. "Kami ingin wilayah Balkan baru berdasarkan nilai-nilai politik, saling ketergantungan ekonomi, dan kerja sama dan kerukunan budaya," kata Davutoglu dalam sebuah konferensi di Sarajevo bulan Oktober, tahun lalu.

"Itulah imperium Ottoman seperti kita akan menguasai kembali daerah Balkan … Abad-abad Utsmani adalah sebuah kisah sukses, dan ini harus kembali.." Dan, kehebohan terjadi pernyataan saat pernyataan Menlu Turki Ahmed Davetoglu, selanjutnya diikuti beberapa komentator Serbia, yang melihatnya sebagai romantisme sejarah, dan sebagai bukti dari keinginan Turki untuk melakukan Islamisasi kawasan Balkan.

Apa Turki berarti dengan visi yang ingin menciptakan harmoni di Balkan dapat membuktikan dalam konteks integrasi Eropa yang masih kritis?. Saat ini, Uni Eropa dan Turki bersaing untuk berebut pengaruh di kawasan Balkan, dan banyak tergantung pada prospek Uni Eropa yang beranggotakan 27 negara.

Meskipun Turki telah memenuhi persyaratan untuk bergabung dengan Uni Eropa, tetapi perundingan terhenti lama. Sementara itu, beberapa pemimpin Eropa, seperti Presiden Perancis Nicholas Sarkozy, telah berbicara menentang keanggotaan Turki, sedangkan penyebaran Islamophobia di seluruh Eropa belum redup, dan apa mungkin masih ada semangat untuk membawa Turki di ke dalam pembahasan di parlemen Uni Eropa?

Di Turki juga, dukungan publik untuk keanggotaan Turki ke dalam Uni Eropa telah menurun dari 70% pada tahun 2002 menjadi hanya lebih dari 50% hari ini. Bahkan, giliran Turki mengarah ke Timur Tengah, Asia Tengah dan Afrika Utara telah tumbuh, dan ini sebagian merupakan reaksi terhadap memudarnya dari pilihan bergabung kepada Uni Eropa. Turki mengatakan, jika Uni Eropa tidak ingin kita, kita dapat bermain dengan orang lain, artinya dengan negara-negara Muslim, seperti saat ini.

Dan Turki bermain terutama ketika datang adanya energi (minyak dan gas). Jika minyak telah ditemukan di wilayah Turki sedikit lebih cepat, bentuk Imperium Ottoman, dan mungkin Turki sebagai pemain energi terkaya dalam sejarah. Kekayaan Irak, Kuwait dan Libya semua pernah jatuh dalam batas-batas wilayah kerajaan Turki Otsmani.

Hari ini, Turki tidak memiliki kekayaan energi, tetapi telah bekerja sangat ulet untuk memastikan bahwa jumlah terbesar minyak dan aliran pipa gas melalui Turki, yang berasal dari Rusia, dan sangat berarti bagi Turki untuk menegaskan dirinya sebagai super power (adi daya) baru dalam perspektif politik di masa depan.

Eropa dan Amerika Serikat telah mendanai serangkaian pipa (seperti pipa Nabucco dari Laut Kaspia) yang menggunakan wilayah Turki untuk memotong Rusia dan mengurangi kemampuan Moskow untuk kepentingan Eropa Barat dengan mengancam untuk menahan pasokan energi.

Turki telah melakukan negosiasi langsung dengan Rusia untuk membangun jaringan pipa – Sungai Selatan, yang membentang dari Rusia ke Bulgaria melalui perairan Turki, dan pipa Samsun-Ceyhan yang akan mengangkut minyak Rusia dan Kazakhstan dari Laut Hitam ke Mediterania melalui Turki. Betapa sangat strategisnya masa depan Turki, terkait dengan perkembangan ekonomi global. Eropa yang memerlukan energi pasti bergantung kepada Turki. Tidak ada minyak dan gas yang dapat mengalir ke Eropa tanpa melallui Turki.

Turki dalam pembangun sebuah jaringan pipa dari 225 kontraktor internasional yang paling top, 35 adalah Turki, kedua hanya ke Cina. Seperti China, Turki tidak menanyakan pertanyaan-pertanyaan kritis tentang lingkungan politik di negara-negara lain, dan perusahaan konstruksi yang ada, sehingga Turki sedang membangun bandar udara di Kurdistan dan pusat perbelanjaan di Libya. Meskipun terjadi ketegangan politik, pada tahun 2009, mereka bahkan terlibat dalam sembilan proyek senilai lebih dari $ 60 juta di Israel.

Seperti lembaga Konfusianisme Cina menetapkan seluruh dunia untuk menyebarkan bahasa, budaya dan nilai-nilai, Turki membentuk Yunus Emre Foundation Mei 2009 untuk mengelola pusat-pusat budaya di Jerman, Bosnia dan Herzegovina, Makedonia, Mesir, Turkmenistan, Kazakhstan dan Israel.

Sekolah Turki bermunculan di lebih dari 80 negara. budaya Turki juga telah masuk dalam kehidupan Timur Tengah melalui televisi, seperti opera sabun Turki menyebarkan nilai-nilai budaya Islam.

Pemimpin Turki tidak mungkin mereka merasa nyaman dengan label neo-Ottoman – sebagian karena ambisi mereka sebenarnya jauh lebih besar. Pengembangan versi mereka yang damai, perdagangan yang berorientasi Pax Ottomanica mengambil dalam hubungan baik Turki dengan sub-Sahara Afrika, Amerika Latin dan Asia-Pasifik. Turki menyatakan tahun 2005, "Afrika" dan diterima status pengamat di Uni Afrika. Pada tahun 2010, ia telah membuka delapan kedutaan di negara-negara Afrika dan berencana untuk membuka lagi 11 tahun berikutnya.

Pada tingkat pan-Islam – dan Turki, Ekmeleddin Ihsanoglu, sekarang menjadi Ketua OKI (Organisasi Konferensi Islam) yang beranggotakan 57 anggota, dan memiliki pengaruh suaranya di forunm-forum internasional terkemuka, dari negara-negara Islam – dan para pemimpin Turki berpikir dalam kontek ummah, komunitas Muslim global.

Bagi beberapa kritikus, karakter Islam Turki dan keputusanIslamnya-dipengaruhi pihak – serta serangan baru-baru ini terhadap Israel – menunjukkan negara ini pada misi untuk membangun kembali imperium Islam, khalifah Islam. Dalam versi paling ekstrim dari argumen ini, sejarawan Bernard Lewis yang ahli Timur Tengah berpendapat bahwa fundamentalisme Turki akan memperkuat sedemikian rupa bahwa, dalam waktu satu dekade, itu akan menyerupai Iran, bahkan akan befrgerak melebihi Iran. Dan Turki yang mayoritas Sunni akan berlawanan arah dengan Iran.

Dasar kesalahpahaman dari AKP dan keinginannya yang dianggap ingin menegakkan Islamisme memiliki banyak pengaruh di Turki modern-sebagaimana komunisme tidak di Cina. Dalam kaitannya dengan Cina barangkali, apa yang paling penting bukanlah ideologi, tapi kekuatan politik partai-partai yang berkuasa. Tetapi, berbeda Turki tetap hidup ideologi yang berasal dari akar Islam, dan terus menggeliat memberikan dorongan yang sangat kuat untuk bangkit kembali sebagai kekuatan entitas politik dunia.

Pertumbuhan ekonomi, stabilitas politik dan diplomasi yang sangat ‘halus’ yang dimainkan Turki, secara teratur konsistensi ideologis. Turki menjadi lebih tegas, dan fleksibilitas, telah menjadi ciri dari kebijakan baru luar negeri.

Pada tahun 1999, presiden AS Bill Clinton menyatakan bahwa jika Ankara meluncurkan gerakan reformis, abad ke-21 bisa menjadi "abad Turki". Pandangan dari mantan Presiden Bill Clinton, sesungguhnya banyak dijalankan oleh parap pemimpin Turki saat sekrang ini.

Jika Washington bekerja dengan Turki sebagai mitra, ia memiliki kesempatan yang jauh lebih besar untuk menyelesaikan konflik dengan Iran, di dalam Irak, dan antara Palestina dan Israel, belum lagi perselisihan terus bergolak di dunia Islam. Jika Uni Eropa menerima Turki sebagai anggota, dinamika ekonomi dan kredibilitas baru di dunia Muslim bisa membantu krisis di Eropa keluar dari belitan masalah yagn amat pelik saat ini. Ditolak atau diterima oleh Uni Eopa, pengaruh Turki secara global akan terus tumbuh.

Jika Anda  benar-benar di depan kurva, perhatikan secara serius persimpangan penting di antara Laut Hitam dan Laut Tengah. Tidak akan lama akan melihat Turki menjadi kekuatan baru, yang membawa gerbong bagi dunia Islam, yang sekarang lumpuh.(m/J.Feffer)