Antara Kewajiban Mengurusi Jenazah Mulia Rasulullah dan Kewajiban Mengangkat Seorang Khalifah

Di dalam Islam, tentunya kita semua sudah mafhum bahwa salah satu kewajiban yang paling harus disegerakan dalam pelaksanaannya adalah mengurusi jenazah, mulai dari memandikan jenazah hingga menguburkannya. Dan para ‘ulama sepakat bahwa kewajiban ini termasuk di dalam fardhu kifayah.

Kita bisa melihat di sekeliling kita semisal dengan melihat ada salah satu anggota masyarakat yang meninggal dunia, maka akan sangat segera sekali di dalam masyarakat itu untuk mengurusi jenazahnya. Ada yang sudah menggali lubang kubur di pemakaman, ada yang mengumumkan berita kematian itu di seluruh pelosok kampong, ada yang bertugas memandikan jenazah, menhafani, menyiapkan keranda si mayit dan pengantarnya ke kuburan hingga menguburkannya.

Hal ini tentu dilakukan karena memang timbulnya pemahaman dan kesadaran pada diri masing-masing anggota masyarakat bahwa mengurusi jenazah adalah sebuah kewajiban atau yang biasa di istilahkan dengan kalimat ma’lum min al din bi al dharurah.

Namun bagaimanakan kita melihat proses pengurusan akan jenazah yang paling mulia di muka bumi ini yakni Nabi Muhammad saw? Manusia yang di pilih oleh Allah swt untuk menyampaikan risalah Islam kepada seluruh penjuru alam semesta ini. Jenazah seorang kekasih Allah yang disegani lawan maupun kawannya. Jenazah yang semasa hidupnya selalu dido’akan oleh para malaikat. Jenazah yang mengeluarkan bau harum saat jenazah tersebut di mandikan. Dan jenazah yang mulia itu baru dikuburkan ketika telah melewati waktu dua hari 3 malam. Mengapa ini bisa terjadi? Apakah tidak ada yang mengurusi jenazah beliau? Tentu ada, dan mereka adalah para sahabat Rasulullah saw. Maka pertanyaannya adalah kenapa bisa lebih dari 2 hari 3 malam beliau baru di kuburkan?

Semasa Sakit Beliau

Dua bulan setelah menunaikan ibadah Haji Wadak (haji terkahir), Nabi mengalami demam. Badannya mulai lemah. Meskipun demikian ia tetap memimpin salat berjemaah.

Namun setelah merasa sangat lemah, ia menunjuk Abu Bakar menjadi penggantinya sebagai imam shalat. Dalam sirah nabawiyah kita bisa membaca dan melihat bahwa waktu itu ketika Rasulullah saw sakit, Umar kemudian berinisiatif menjadi Imam sholat bagi kaum muslim.

Suara takbir yang diucapkan oleh Umar ketika sholat terdengar oleh Rasulullah. Kemudian Rasulullah mengatakan bahwa “Allah dan kaum muslim tidak menyukai ini, dimana Abu Bakar? Suruhlah dia untuk memimpin sholat berjama’ah kaum muslim”, perintah Rasulullah. Lalu kemudian Abu Bakar kemudian memimpin kaum muslim untuk sholat secara berjama’ah.

Pernah suatu ketika tatkala Abu Bakar sedang memimpin sholat berjam’ah, Rasulullah yang sebelumnya sakit, datang menghampiri sholat para sahabat tersebut, hampir saja Abu Bakar mundur untuk memberi tempat kepada nabi memimpin sholat, namun nabi member isyarat agar sholat tetap diteruskan dengan Imam sholat sahabatnya Abu Bakar Siddik ra tersebut.

Pada waktu itu kaum muslim melihat wajah Rasulullah tampak sehat, dan mereka tidak pernah melihat dan merasakan Rasulullah sesehat kala itu. Para sahabat pun bergembira karena mengira bahwa Rasulullah saw telah sehat dan pulih seperti sedia kala.

Wafatnya Rasulullah saw

Namun akhirnya pada tanggal 12 Rabiulawal 11 H atau 8 Juni 632 M, di usia 63 tahun Allah swt telah mewafatkan beliau.

Namun tahukah kita apa yang terjadi pada hari wafatnya Rasulullah saw? Jenazah beliau belum diurusi oleh para sahabat. Padahal Rasulullah saw adalah orang yang paling dicintai oleh para sahabatnya dibandingkan kecintaan mereka kepada keluarga dan harta mereka sendiri. Sebagaimana mereka mengamalkan hadist yang pernah Rasulullah saw ucapkan :
Hadis riwayat Anas bin Malik ra., ia berkata:
Nabi saw. bersabda: ” Seorang hamba (dalam hadis Abdul Warits, seorang laki-laki) tidak beriman sebelum aku lebih dicintainya dari keluarganya, hartanya dan semua orang”.
Namun mengapa jenazah yang paling mereka cintai itu mereka seolah abaikan? Tidak mereka urusi? Apa yang dilakukan oleh para sahabat kala itu?

Para sahabat sebagian berkumpul di bani saqifah, sebagian lagi berdiam diri, dan para ahlul bait nabi menutup pintu rumah Aisyah yang di dalamnya terdapat jenazah Rasul yang mulia tersebut.

Apa yang dilakukan para sahabat di bani saqifah?

Ketika Rasulullah wafat, sebagian sahabat baik golongan Anshar dan Muhajirin berkumpul di bani saqifah. Mereka sedang berdebat tentang siapa yang berhak menggantikan kepemimpinan Rasulullah dalam mengurusi umat sepeninggal beliau. Masing-masing dari golongan Anshar dan Muhajirin saling merasa bahwa mereka lah yang berhak menjadi pengganti tongkat estafet kepemimpinan tersebut.

Kaum Anshar merasa lebih berhak karena mereka adalah “tuan rumah” di tanah mereka di Madinah. Sedangkan golongan Muhajirin lebih merasa mereka yang berhak menjadi pemimpin karena mereka adalah orang-orang dari quraysi, sebagaimana Rasulullah pernah bersabda :
‘’Pemimpin adalah dari orang Quraisy,’ maka janganlah kalian bersaingan dengan saudara-saudara kalian kaum Muhajirin dalam anugerah yang dilimpahkan Allah bagi mereka…"

Perselisihan diantara para sahabat Rasulullah tersebut hamper saja menyebabkan pertikaian diantara mereka yang bisa berujung kepada pertumpahan darah.
Para sahabat kemudian melaporkan kejadian itu kepada Abu Bakar, dan meminta Abu bakar untuk mengatasi masalah itu.

Akhirnya setelah terjadinya musyawarah antara kaum Anshar dan Muhajarin kemudian terpilihlah Abu Bakar untuk menjadi Imam/Khalifah bagi kaum muslim. Semua sahabat ridha akan keputusan tersebut dan tidak ada satupun yang mengingkarinya.

Proses sejak wafatnya Rasulullah kemudian perselisihan yang terjadi diantara kaum muslim dari golongan kaum Anshar dan Muhajirin hingga dimakamnya jenazah Rasulullah saw memakan waktu 2 hari 3 malam.

Ijma Sahabat

Dari uraian di atas maka kita bisa melihat bahwa ada kewajiban lain yang dilakukan oleh para sahabat disbanding mendahulukan kewajiban memakamkan jenazah rasulullah, yakni memilih seorang Imam/Khalifah sebagai pengatur urusan kaum muslimin.
Timbul pertanyaan, kenapa mereka para sahabat tidak mendahulukan mengurusi jenazah Rasulullah saw terlebih dahulu daripada memilih seseorang untuk menjadi seorang pemimpin?

Jawabannya adalah karena para sahabat faham dan sadar bahwa wajib hukumnya hidup di bawah seorang pemimpin yang akan mengurusi urusan mereka. Ini bisa kita lihat bagaimana sikap abai mereka terhadap jenazah yang mulia tersebut. Mereka menunda mengurusi jenazah tersebut dan lebih memilih kewajiban yang lain.

Dan perbuatan para sahabat ini tidak diingkari oleh satupun sahabat, artinya ini menjadi ijma’ sahabat atau kesepakatan para sahabat. Mereka berijma’ bahwa tidak boleh kaum muslim hidup tanpa ada seorang pemimpin lebih dari 3 hari. Dengan kata lain kaum muslim hanya boleh hidup tanpa adanya seorang Imam atau khalifah tidak lebih dari 3 hari.

Ijma’ Sahabat yang menekankan pentingnya pengangkatan Khalifah, nampak jelas dalam kejadian bahawa mereka menunda kewajipan menguburkan jenazah Rasulullah SAW dan mendahulukan pengangkatan seorang Khalifah pengganti beliau. Padahal menguburkan mayat secepatnya adalah suatu kewajipan dan diharamkan atas orang-orang yang wajib menyiapkan pemakaman jenazah untuk melakukan kesibukan lain sebelum jenazah dikebumikan.

Namun, para Sahabat yang wajib menyiapkan pemakaman jenazah Rasulullah SAW ternyata sebahagian di antaranya justeru lebih mendahulukan usaha-usaha untuk mengangkat Khalifah daripada menguburkan jenazah Rasulullah. Sedangkan sebahagian Sahabat lain mendiamkan kesibukan mengangkat Khalifah tersebut, dan ikut pula bersama-sama menunda kewajipan menguburkan jenazah Nabi SAW sampai dua malam, padahal mereka mampu mengingkari hal ini dan mampu mengebumikan jenazah Nabi secepatnya.

Fakta ini menunjukkan adanya kesepakatan (ijma’) mereka untuk segera melaksanakan kewajipan mengangkat Khalifah daripada menguburkan jenazah. Hal itu tak mungkin terjadi kecuali jika status hukum mengangkat seorang Khalifah adalah lebih wajib daripada menguburkan jenazah.

Namun sungguh ironis sekali, ijma’ sahabat yang mengatakan bahwa kaum muslim tidak boleh lebih dari 3 hari hidup tanpa adanya khalifah, maka kita secara jelas menyaksikan bagaimana kita hidup sekarang tanpa adanya khalifah. Kita pun tahu bahwa khilafah Islam terakhir diruntuhkan pada 3 maret 1924, maka jika sekarang adalah tahun 2011, maka hitunglah telah berapa lama kita hidup tanpa adanya seorang khalifah yang mengatur urusan kaum muslimin di seluruh penjuru dunia dibawah system khilafah?

Dan jika seluruh kaum muslim tidak ada yang memperjuangkan tegaknya kewajiban mengangkat seorang Imam maka berdosalah seluruh kaum muslimin tersebut. Kecuali ada sekelompok golongan atau jama’ah Islam yang berupaya berjuang untuk mewujudkan khilafah, sebagaimana wujud amal dalam membenarkan kabar gembira dari Rasulullah bahwa akan kembali lagi khilafah ‘ala minhaj nubuwah, sebagaimana sabdanya :
"Akan datang kepada kalian masa kenabian, dan atas kehendak Allah masa itu akan datang. Kemudian, Allah akan menghapusnya, jika Ia berkehendak menghapusnya. Setelah itu, akan datang masa Kekhilafahan ‘ala Minhaaj al-Nubuwwah; dan atas kehendak Allah masa itu akan datang. Lalu, Allah menghapusnya jika Ia berkehendak menghapusnya. Setelah itu, akan datang kepada kalian, masa raja menggigit (raja yang dzalim), dan atas kehendak Allah masa itu akan datang. Lalu, Allah menghapusnya, jika Ia berkehendak menghapusnya. Setelah itu, akan datang masa raja dictator (pemaksa); dan atas kehendak Allah masa itu akan datang; lalu Allah akan menghapusnya jika berkehendak menghapusnya. Kemudian, datanglah masa Khilafah ‘ala Minhaaj al-Nubuwwah (Khilafah yang berjalan di atas kenabian). Setelah itu, beliau diam".[HR. Imam Ahmad]

Maka apakah anda wahai kaum muslimin tidak tergerak hati untuk menjadi bagian dari perjuangan penegakan khilafah jilid II tersebut? Wallahu A’lam bis-showab. []

Oleh : Adi Victoria
Pengelola blog : http://adivictoria1924.wordpress.com